Atlet Tarung Bebas Ini 13 Tahun Menanti Dukungan Keluarga

MenjadiI seorang atlet wanita di ajang tarung bebas atau Max Martial Arts (MMA), bukan hal yang mudah bagi seorang Priscillia Hartati Lumban Gaol, terutama dalam mendapatkan dukungan dari keluarga. Meski kerap mengharumkan nama Indonesia di ajang internasional, Thathie, sapaan Priscillia bahkan harus menunggu 13 tahun lamanya untuk melihat dukungan langsung dari keluarga, khususnya sang Mama.

Sulitnya mendapat dukungan dari keluarga untuk menjadi seorang atlet beladiri, diakui Thathie memang tidak mudah. Ia bahkan pernah diminta meninggalkan profesinya sebagai atlet dan bekerja sebagai orang kantoran, layaknya seorang wanita.
“Kata mereka, olahraga beladiri ini, terlalu keras buat saya,” kata Thathie usai memenangi partai kelas Atom (Atomweight) wanita pada ajang One Championship bertajuk “One: For Honor’ di Istora Senayan, Jakarta.

Thathie sukses meraih kemenangan angka mutlak atas petarung asal Kamboja, Nou Srey Pov. Itu adalah kemenangan keenam Thathie dari 11 pertarungannya di ajang One Championship. Namun pada kemenangan keenam kali inilah, ia baru bisa melihat keluarganya memberikan dukungan langsung dengan menyaksikan aksinya di atas ring dari tribun penonton. “Ini pertama kalinya orang tua saya mendukung saya langsung dari tribun penonton, terutama Mama saya,” tandasnya.

Menurut Thathie, butuh 13 tahun baginya untuk bisa mendatangkan sang Mama, Rebecca Manulang menonton langsung pertarungannya di atas ring. “Memang dari awal orang tua saya tidak pernah mendukung saya menjadi seorang atlet. terutama Mama saya. Tapi pada akhirnya dengan kegigihan saya, menunjukkan kepada keluarga saya bisa berprestasi dan lambat laun akhirnya mereka mendukung saya dan saya senang banget mereka semua datang,” ungkapnya.

“Kemenangan ini saya persembahkan untuk Mama saya. Karena selama saya menjadi atlet kurang lebih selama 13 tahun, ini pertama kalinya Mama saya datang nonton langsung. Padahal, kalau mau jujur, dua hari sebelum bertanding kaki sebelah kiri saya sempat cedera. Tapi setelah saya tahu dari adik saya kalau Mama saya mau nonton, seperti ada motivasi yang besar buat saya untuk mengalahkan lawan saya. Apalagi lawan saya lebih muda dan dia sangat kuat,” jelasnya.

Tidak hanya penantian panjang Thathie terhadap dukungan sang ibu, kemenangannya atas Srey Pov, juga mengingatkan kita akan hari bersejarah bagi Indonesia di ajang beladiri. Ya, di Istora Senayan pada 3 Mei 1985 silam, petinju legendaris Indonesia, Ellyas Pical menjadi juara dunia IBF Kelas Bantam Yunior atau Kelas Super Terbang setelah mengalahkan juara dunia asal Korea Ju-do Chun. “Saya tidak akan lupakan kemenangan ini seumur hidup saya,” ucapnya.

Thathie sendiri butuh kerja keras untuk bisa mengalahkan Srey Pov yang akhirnya menang angka mutlak atas Srey Pov. “Saya juga berterima kasih untuk seluruh dukungan dari masyarakat Indonesia dan orang-orang terdekat saya,” ucap anak kedua dari enam bersaudara tersebut.

“Saya bisa menjadi seperti saat ini juga berkat dukungan mereka. Kemenangan ini juga saya persembahkan untuk mereka. Karena bagi saya seorang yang luar biasa, sesungguhnya bukan bicara mengenai ‘Aku’, ‘Diriku’, atau ‘Saya’. Seseorang yang luar biasa, menurut saya, seseorang yang luar biasa itu selalu berbicara tentang ‘Kami’, ‘Kita’, ‘Bersama’, dan ‘Tim’. Menjadi seorang yg besar tidak akan bisa tanpa campur tangan orang2 disekitar kita,” tuntas mantan atlet Wushu peraih medali perunggu di ajang SEA Games tersebut.

 

 

 

 

 

Sumber : poskotanews.com
Gambar : Sipayo.como

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *