Gegara Ini, China Bikin AS Panas Lagi di Pasar Modal

Persaingan menggaet perusahaan-perusahaan rintisan (startup) teknologi untuk masuk dan tercatat di pasar modal antara Amerika Serikat (AS) lewat Bursa Nasdaq dan China lewat Bursa Shanghai (Shanghai Stock Exchange) dan Bursa Shenzen (Shenzhen Stock Exchange) kembali memanas.
Setelah sebelumnya Bursa Shanghai merilis papan perdagangan bernama Star Market atau Science and Technology Innovation Board pada 22 Juli 2019, papan baru untuk perusahaan rintisan di China, kini Bursa Shenzen akan kedatangan 18 perusahaan baru yang akan tercatat di papan ChiNext.

Ini adalah pertama kalinya ChiNext menggeliat lagi untuk menarik perusahaan teknologi sejak China melakukan reformasi di pasar modal di tengah tekanan persaingan dengan AS.

Papan ChiNext sebetulnya sudah lebih dahulu diperdagangkan pada 30 Oktober 2009. Papan perdagangan ini adalah dikhususkan untuk perusahaan rintisan di Bursa Shenzen, mirip dengan Bursa Nasdaq AS yang memperdagangkan perusahaan teknologi.

Pada Senin ini, belasan perusahaan rintisan siap melantai di ChiNext di bawah mekanisme penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) yang bergaya mirip Bursa Nasdaq.

Dengan demikian, Bursa Shenzhen akan kembali menantang Bursa Shanghai untuk memperdagangkan saham-saham perusahaan teknologi, dan dinilai seakan menyiram ‘bahan bakar’ ke “perang teknologi” antara China dengan AS.

Pada Senin 24 Agustus, sebanyak 18 perusahaan akan mulai diperdagangkan di ChiNext dalam putaran pertama pendaftaran atau listing usai reformasi IPO China.

Langkah Bursa Shenzen ini terjadi setelah berbulan-bulan pemerintah China melakukan reformasi yang bertujuan untuk mempermudah penawaran umum perdana atau IPO dari perusahaan-perusahaan China dan meningkatkan pembiayaan bagi perusahaan teknologi di tengah upaya China dan AS ‘perang’ menjadi penguasa teknologi.

Berdasarkan Star Market di Bursa Shanghai yang sudah berusia setahun, reformasi mekanisme IPO yang meluas akan membantu memperkuat daya tarik pasar modal China saat perusahaan teknologi China menghadapi pengawasan AS yang ketat dan ancaman delisting (penghapusan) dari bursa saham AS.

“Reformasi ini akan menciptakan kekuatan kompetitif yang sangat kuat antara dua pasar [Shanghai dan Shenzen] dalam menarik calon yang perusahaan terdaftar,” kata Wilson Chow, pemimpin industri TMT (technology, media, and telecom) di PwC Global, dikutip CNBC International, Minggu (23/8/2020).

Dia juga menilai, reformasi IPO yang dilakukan China juga dapat berkontribusi pada pemisahan antara AS dan China di bidang pengembangan teknologi, tapi ada potensi dampaknya malah mengarah ke persaingan di pasar modal dan sektor telekomunikasi dan perangkat lunak.

“Kami mungkin melihat tren besar polarisasi perkembangan teknologi karena AS dan negara-negara yang sejajar dengan AS dapat mengadopsi sistem teknologi mereka sendiri atau menggunakan peralatan mereka sendiri, sementara China dan negara-negara yang bersahabat dengan China dapat membuat standar mereka sendiri, bukan yang bersatu.”

Pemerintahan AS di bawah Presiden Donald Trump baru-baru ini memperkuat pembatasan pada raksasa teknologi China Huawei Technologies dan memberi sanksi pada aplikasi milik China, TikTok dan WeChat. Trump juga meluncurkan inisiatif untuk mengecualikan perusahaan teknologi China yang diduga menimbulkan risiko keamanan nasional.

Di bawah aturan IPO baru, Bursa Shenzhen akan memeriksa aplikasi IPO berdasarkan persyaratan pengungkapan. Perusahaan yang ingin go public pun tidak lagi memerlukan pemeriksaan dari Komisi Pengaturan Sekuritas China (China Securities Regulatory Commission).

Saham-saham di papan ChiNext juga akan diizinkan naik atau turun hingga 20% dalam satu sesi, dibandingkan dengan sebelumnya hanya maksimal 10%. Kelonggaran ini memberikan ruang ketertarikan perdagangan atas lebih dari 800 saham yang saat ini sudah terdaftar di ChiNext.

Reformasi tersebut didasarkan pada Star Market di Bursa Shanghai, yang telah menjadi tempat pencatatan dominan untuk perusahaan teknologi di China dan melampaui Bursa Hong Kong dan New York Stock Exchange (NYSE) sebagai pasar IPO terbesar kedua di dunia dengan nilai penggalangan dana pada paruh pertama tahun 2020.

Yang Tingwu, Wakil Manajer Umum di perusahaan hedge fund Tongheng Investment, mengatakan bahwa dia khawatir perubahan mekanisme IPO tersebut yang lebih mudah dan cepat bisa berpotensi kian meningkatkan gelembung teknologi “sangat besar” di China.

Indeks yang berisi saham-saham perusahaan teknologi China juga telah melonjak hampir 30% tahun ini, sementara saham perusahaan teknologi yang terdaftar di China diperdagangkan sekitar 60 kali lipat dari pendapatan, bandingkan dengan di Nasdaq yakni 37 kali lipat dari pendapatannya.

Pelaku pasar modal lainnya juga khawatir peraturan yang lebih longgar bisa menimbulkan risiko.

“Standar yang lebih rendah cenderung menarik lebih banyak aktivitas curang,” kata Brian Bandsma, manajer portofolio Vontobel Asset Management yang berbasis di New York.

“Ada banyak regulasi bagus di China. Masalahnya adalah penegakan peraturan itu.”

Regulator China sebelumnya berulang kali berjanji tidak akan menoleransi adanya penipuan di pasar modal setelah serentetan skandal perusahaan terjadi.

 

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : detikNews

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *