Duh! Virus Corona Berpotensi Picu Krisis Ekonomi Global

Wabah virus mematikan corona tak hanya jadi ancaman mematikan bagi China tapi juga bagi dunia. The New York Times pada pekan lalu sempat menuliskan, virus corona bisa menjadi ancaman serius bagi ekonomi global yang bisa berujung pada krisis.

Dalam artikel yang di publikasi pekan lalu, dengan judul How China’s Virus Outbreak Could Threaten the Global Economy, dipaparkan kejatuhan pasar keuangan dunia pada Kamis (23/2/2020), di mana kejadian tersebut diindikasikan sebagai sinyal ketakutan akan krisis ekonomi global.

Ketakutan makin menjadi kala tingkat keparahan virus corona tampak semakin nyata. Dari data pemerintah China, setidaknya 80 orang tewas karena terjangkit virus tersebut.

Terbaru, Selasa ini (28/1/2020), angka kematian bertambah menjadi 106 orang. “Komisi Kesehatan Provinsi Hubei mengatakan 24 orang lagi baru saja meninggal karena virus,” tulis AFP.

Pemerintah China sampai mengambil tindakan melakukan isolasi Wuhan, kota tempat sumber virus, untuk mencegah korban jatuh lebih banyak. Ini menyebabkan mobilitas penduduk setempat.

Virus corona telah membuat ketidakpastian di China. Pasalnya penyebaran virus bertepatan dengan liburan Tahun Baru Imlek – yang biasanya akan mendorong perjalanan, belanja, dan pemberian hadiah.

Stasiun kereta api dan bandara menjadi sepi. Karena para penumpang langsung merubah rencana perjalanan meskipun ada libur selama sepekan.

Di benak banyak orang di China dan di seluruh dunia saat ini muncul pertanyaan: bisakah virus baru ini menyebabkan kerusakan yang sama seperti epidemi SARS, yang menewaskan 800 orang pada tahun 2003?

Masalah yang paling krusial sebenarnya adalah bagaimana nasib ekonomi Negeri Panda ini. Pasalnya ekonomi China selama bertahun-tahun menjadi salah satu mesin pertumbuhan paling kuat di dunia. Kehancuran di Tiongkok bisa membuat pekerjaan terhambat dan pertumbuhan di tempat lain.

Pertumbuhan China pada tahun 2003 sempat anjlok selama puncak epidemi SARS. Namun pulih kembali ketika perusahaan-perusahaan global membangun pabrik-pabrik China dan mengekspor lebih banyak barang di luar negeri.

Sekarang?

Ekonomi China memang sudah tumbuh lebih besar dibanding 2003, tetapi saat ini China sedang mengalami perlambatan pertumbuhan paling buruk dalam tiga dekade terakhir. Perang dagang dengan Amerika Serikat (AS) menjadi pemicunya dan desakan agar pemerintah melepas ketergantungan perusahaan lokal pada pinjaman.

Untuk saat ini, dampaknya belum jelas. Pihak berwenang tampaknya merespons lebih cepat terhadap wabah ini daripada yang terjadi pada tahun 2003 tetapi kebijakan sensor berita oleh China menghapus apa pun yang membelok dari narasi resmi.

Jika dihitung dari jumlah korban, virus corona saat ini tampaknya kurang mematikan dibandingkan SARS, tetapi sulit dideteksi. Meski sudah membatasi perpindahan dari Wuhan, banyak orang sudah berangkat untuk perjalanan liburan mereka.

“Ini akan tergantung pada bagaimana China terus transparan dengan komunitas internasional,” kata Peter Levesque, Managing Director Modern Terminal, operator pelabuhan di Hong Kong, dikutip New York Times. “Hanya itu yang bisa diminta oleh semua bisnis. Sisanya tidak diketahui.”

Sebenarnya, Wuhan sangat penting untuk perdagangan di wilayahnya di China. Kota ini adalah pusat transportasi nasional utama dan telah menjadi pusat pembuatan mobil, dengan pabrik yang membuat mobil untuk General Motors, Honda dan banyak lainnya, serta puluhan pembuat suku cadang mobil, sehingga efeknya pada orang-orang di seluruh negeri bisa menjadi faktor yang lebih penting.

Dalam jangka panjang, China ingin konsumennya membelanjakan lebih banyak. Beijing telah berupaya mendorong konsumsi lebih banyak yang serupa dengan AS sehingga ekonomi China tidak hanya bergantung pada proyek-proyek konstruksi dan infrastruktur besar yang sering menerima pembiayaan pemerintah. Tapi perubahan itu membuat Cina lebih rentan terhadap peristiwa yang membuat takut pembeli.

Sementara itu, Washington Post sempat menuliskan, kejatuhan pasar saham keuangan pekan lalu dipicu oleh ketakutan akan terganggunya pertumbuhan ekonomi Chian.

“Gangguan ini datang pada saat pertumbuhan ekonomi China sudah terlihat rapuh, dan sayangnya akan membatalkan beberapa dorongan dalam sentimen konsumen dan bisnis dari China-AS. kesepakatan perdagangan, “kata ekonom Eswar Prasad, mantan kepala unit Dana Moneter Internasional China, dikutip New York Times.

“Penyebaran yang lebih luas dari penyakit ini memiliki potensi untuk mengganggu perjalanan, perdagangan, dan rantai pasokan di seluruh Asia, dengan efek knock-on pada ekonomi dunia, karena Asia sekarang merupakan pendorong utama pertumbuhan global.”

 

 

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Merdeka.com

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *