Progres AS-China Topang Dolar, Investor Tetap Wait and See

Indeks dolar Amerika Serikat (AS) bergerak cenderung stabil pada perdagangan pagi ini, Senin (23/9/2019), di tengah tanda-tanda progres pembicaraan dagang AS dan China.

Berdasarkan data Bloomberg, indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap sejumlah mata uang dunia, turun tipis 0,019 poin atau 0,02 persen ke level 98,494 pada pukul 08.06 WIB dari level penutupan perdagangan sebelumnya.

Pada perdagangan Jumat (20/9), indeks dolar AS berakhir di level 98,513 dengan penguatan 0,25 persen atau 0,241 poin.

Sebaliknya, nilai tukar yen, yang bersifat sebagai safe haven dan kerap diburu pada masa keresahan politik, pagi ini melemah 0,15 persen atau 0,16 poin ke level 107,73 yen per dolar AS pukul 08.16 WIB.

Terobosan perdagangan AS-China tampak terancam setelah Presiden Donald Trump pada Jumat (20/9), mengatakan kepada wartawan bahwa ia “tidak mencari” kesepakatan parsial. Para pejabat Tiongkok kemudian membatalkan rencana kunjungannya ke petani-petani AS.

Namun kedua belah pihak kemudian mengeluarkan pernyataan positif. Kantor Perwakilan Dagang AS menggambarkan perundingan kedua belah pihak berlangsung produktif, sementara Kementerian Perdagangan China menyebutnya konstruktif. Rencana perundingan perdagangan pada awal Oktober pun bertahan.

“Di titik tertentu fundamental akan menentukan pergerakan,” ujar Mathan Somasundaram, pakar strategi di Blue Ocean Equities, Sydney.

“(Pembicaraan dagang AS-China) mengangkat kembali sedikit sentimen untuk aset berisiko, tapi saya pikir kita akan berada dalam sedikit pola wait and see,” tambahnya, seperti dilansir Reuters.

Meski menguat terhadap yen, dolar AS beringsut lebih rendah terhadap mata uang yang terekspos perdagangan, seperti dolar Australia dan Selandia Baru.

Namun pergerakan mata uang relatif tipis seiring dengan berkurangnya volume karena hari libur di Jepang dan antisipasi bahwa bank sentral Australia dan Selandia Baru akan terdengar dovish dalam pidatonya pekan ini.

“Saya pikir masih ada banyak kegelisahan,” tutur Shane Oliver, kepala ekonom di AMP Capital di Sydney, menyebutkan ketegangan di Timur Tengah dan perselisihan perdagangan AS-China sebagai pendorong utama.

“Hal-hal ini memiliki kebiasaan bereskalasi dan kemudian meningkat lagi,” terangnya.

 

 

 

 

Sumber : bisnis.com
Gambar : Okezone Ekonomi

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *