AS dan Rusia Buat Harga Minyak Melesat

Harga minyak melesat lebih dari 1% seiring munculnya harapan penurunan stok di Amerika Serikat (AS). Selain itu Organisasi Negar-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya memberi sinyal akan melanjutkan kebijakan pengurangan pasokan.

Pada perdagangan Rabu (26/6/2019) pukul 08:30 WIB, harga minyak Brent kontrak pengiriman Agustus naik 1,05% ke US$ 65,73/barel. Sedangkan harga light sweet (WTI) kontrak pengiriman Agustus melesat hingga 1,64% menjadi US$ 58,78/barel.

American Petroleum Institute (API) memperkirakan inventori minyak mentah AS untuk minggu yang berakhir 21 Juni turun 7,5 juta barel. Bila benar, penurunan tersebut lebih dalam ketimbang prediksi pasar yaitu 2,5 juta barel.

Penurunan inventori memang seringkali bisa menjadi penentu arah gerak pasar minyak karena menunjukkan posisi keseimbangan pasar. Kala inventori naik, artinya permintaan kemungkinan akan berkurang dalam waktu dekat.

Pengumuman data resmi inventori minyak oleh pemerintah AS akan dilakukan pada malam hari nanti. Data tersebut memiliki derajat kepercayaan yang lebih ketimbang data API. Bila penurunan inventorinya sesuai prediksi atau lebih besar, maka harga minyak punya peluang untuk kembali menguat.

Selain itu, harga minyak juga didorong oleh rencana OPEC+ untuk terus mengurangi produksi pada semester II-2019. Bahkan kali ini Rusia juga sudah memberi sinyal akan mendukung rencana tersebut.

“Hari ini, kerja sama internasional sangat penting, lebih dari yang selama ini diperlukan,” ujar Menteri Energi Rusia, Alexander Novak dalam pidatonya di sebuah forum energi, mengutip Reuters.

Sebelumnya, Rusia merupakan pihak yang terlihat paling ingin untuk segera meningkatkan produksi. Jika Rusia telah bulat, maka resmi sudah seluruh negara yang tergabung dalam OPEC+ punya keinginan untuk terus melanjutkan pemangkasan produksi.

Bukan hanya itu, ketegangan hubungan AS-Iran juga masih membawa harga minyak lebih tinggi. Kemarin, AS menjatuhkan sanksi baru terhadap Iran.

Namun berbeda dengan sanksi-sanksi sebelumnya, kali ini yang disasar adalah Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khameini dan jajarannya. Dikatakan bahwa sanksi tersebut akan membatasi akses Khameini dan jajarannya pada sumber finansial.

Dalam sebuah siaran televisi kemarin, Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan langkah yang diambil oleh Gedung Putih merupakan aksi ‘keterbelakangan mental’. “Strategi sabar Teheran bukan berarti kami takut,” tegas Rouhani.

Membalas, Trump mengatakan bahwa serangan apapun terhadap Amerika akan dibalas. Bahkan ia menyebutkan ‘pemusnahan’.

“Segala serangan oleh Iran kepada Amerika akan mendapat serangan balasan yang luar biasa. Dalam beberapa area, luar biasa akan berarti pemusnahan,” tulis Trump di Twitter.

Kadangkala, hanya diperlukan sedikit adu mulut untuk menyulut konflik yang lebih besar. Risiko perang terbuka antara kedua pihak masih bergentayangan. Konflik tersebut telah membawa ancaman pada produksi minyak di Timur Tengah, kawasan penghasil emas hitam terbesar di dunia.

 

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Anadolu Agency

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

 

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *