Harga Minyak Menguat Ditopang Optimisme Permintaan

Harga minyak melanjutkan penguatan hampir dua persen pada akhir perdagangan Selasa (4/5). Kenaikan harga minyak ditopang pengurangan penguncian wilayah (lockdown) di negara bagian AS dan Uni Eropa, sehingga mendorong optimisme permintaan minyak.

Melansir Antara, Rabu (5/5), minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli naik US$1,32 atau 1,95 persen menjadi US$68,88 per barel. Sedangkan, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni naik US$1,20 atau 1,86 persen menjadi US$65,69 per barel.

Pelonggaran lockdown tersebut menimbulkan optimisme terhadap permintaan minyak. Hal ini diperkuat dengan upaya sejumlah negara membuka kembali sektor pariwisata. Seperti diketahui, permintaan bahan bakar sangat tertekan selama pandemi covid-19, sehingga membebani pasar minyak global.

“Pasar optimis didorong oleh pergerakan penerbangan antara AS dan Eropa,” kata Analis Senior Price Futures Group Phil Flynn.

Rencananya, Uni Eropa akan membuka kembali sektor pariwisata bagi wisatawan asing yang telah divaksinasi. Rencana tersebut diharapkan mampu mendorong sektor penerbangan, sehingga meningkatkan permintaan bahan bakar. Namun, penguatan harga minyak sedikit tertahan dengan lonjakan kasus covid-19 di India.

“Penguatan di pasar saham kemarin diikuti oleh pasar minyak. Pasar berfokus pada peluncuran program vaksin yang berhasil di AS dan di negara maju lainnya, bukan pada kenaikan kasus covid-19 di India dan Brazil,” imbuh Flynn.

Pasar melihat tanda-tanda lebih lanjut meningkatnya permintaan minyak mentah AS melalui data persediaan API yang dikeluarkan Selasa (4/5) sore. Stok minyak mentah turun 7,7 juta barel dalam sepekan per 30 April. Serupa, persediaan bensin turun 5,3 juta barel.

Sementara itu, statistik mingguan resmi Badan Informasi Energi AS akan dirilis hari ini. Lima analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan rata-rata persediaan minyak mentah AS turun 2,2 juta barel dalam sepekan hingga 30 April. Sejalan dengan itu, tingkat pemanfaatan kilang diperkirakan meningkat 0,5 persen, dari 85,4 persen dari total kapasitas.

Di samping itu, faktor pelemahan dolar AS juga mendorong kenaikan harga minyak. Pelemahan dolar AS dipicu oleh realisasi indeks manufaktur yang tidak sesuai dengan ekspektasi pasar.

Analis energi Louise Dickson mengatakan pasar optimis pada permintaan minyak dan mengabaikan kenaikan kasus covid-19 di sejumlah negara.

“Faktanya, melihat keseimbangan sedang bergerak ke depan, harga kemungkinan akan naik lagi menjadi sekitar US$70 per barel dalam beberapa bulan mendatang, kecuali ada perubahan kebijakan oleh OPEC+,” ujarnya.

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Tempo.co

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *