Ada Kabar Tak Mengenakkan dari OPEC+, Harga Minyak Terpangkas

Para kartel minyak yang terdiri dari Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak dan koleganya yang dikenal sebagai OPEC+ dikabarkan menunda diskusi terkait kebijakan produksi minyaknya untuk tahun 2021. Pasar merespons negatif isu ini dan harga kontrak minyak pun tertekan.

Mengawali bulan Desember, harga kontrak futures minyak mentah terkoreksi. Kontrak futures Brent drop 0,4% ke US$ 47,68/barel sementara kontrak West Texas Intermediate (WTI) terpangkas 0,6% ke US$ 45,07/barel.

Namun keduanya masih tercatat mengalami kenaikan lebih dari 25% sejak bulan November lalu dan menjadi kenaikan tertinggi bulanan sejak Maret menyusul berita positif perkembangan vaksin Covid-19 yang datang bertubi-tubi.

Sampai saat ini OPEC+ dikabarkan belum mencapai konsensus tentang seberapa banyak produksi minyak harus dipangkas ataupun digenjot pada 2021. Pertemuan anggita yang seharusnya digelar awal pekan ini diundur menjadi Kamis sebagaimana dilaporkan Reuters.

“Saya kira pada akhirnya, OPEC + akan memperpanjang program pengurangan produksi selama tiga bulan,” kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho Securities.

Sumber mengatakan Uni Emirat Arab (UEA) mengisyaratkan pihaknya akan mendukung opsi perpanjangan periode pemangkasan produksi di tahun 2021 jika kepatuhan anggota mengalami peningkatan. Hal ini membuat diskusi menjadi berjalan alot.

Sebelumnya OPEC+ secara gradual telah meningkatkan produksi minyaknya. Ketika lockdown terjadi output dipangkas hampir 10%, kemudian barulah mulai Juli produksi minyak OPEC+ hanya dipangkas 7,7 juta barel per hari (bph) atau sekitar 8% dari total output global.

Apabila mengacu pada pakta awal OPEC+, per Januari tahun depan produksi minyak kelompok ini akan digenjot 2 juta bph. Namun meningkatnya output Libya dan maraknya lockdown akibat gelombang kedua Covid-19 membuat rencana tersebut hanya akan memicu anjloknya harga minyak secara signifikan.

Namun OPEC+ juga mengalami kendala. Saat harga minyak ikut terdongkrak, industri shale oil AS juga mulai menggenjot produksi lagi. Kompleksitas inilah yang membuat OPEC+ mengalami dilema.

Jajak pendapat Reuters terhadap 40 ekonom dan analis memperkirakan Brent akan berada di rata-rata US$ 49,35 per barel tahun depan. Namun akan ada beberapa tantangan yang bisa menahan reli harga minyak.

 

 

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : CNBC Indonesia

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *