Maskapai Jadi ‘Korban’ Corona, Frekuensi Terbang Ambles 30%

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menyebut frekuensi terbang maskapai penerbangan nasional anjlok sampai 30%. Penurunan ini terjadi sebagai dampak atas sejumlah kebijakan yang ditetapkan karena adanya penyebaran virus corona sejak 31 Desember 2019.

Puncaknya terjadi saat penutupan semua rute dari dan menuju China yang menjadi faktor terbesar menurunnya frekuensi terbang ini.

Kebijakan ini memang diberlakukan pemerintah sejak Rabu (5/2/20). Wabah corona memang kian dahsyat, dalam tempo kurang dari 2 bulan sudah lebih dari 1.300 orang meregang nyawa di China, Hong Kong, dan Filipina.

Data Johns Hopkins CSSE melalui Gisanddata, hingga Jumat pagi ini (14/2/2020), total korban meninggal dunia mencapai 1.491 orang, dengan jumlah terinfeksi sebanyak 64.429 orang, dengan China daratan terbanyak 63.848 orang, kemudian Singapura dan Hong Kong masing-masing 58 dan 53 orang.

“Kalau dari diskusi kemarin [Rabu] semua maskapai yang menuju ke China itu tidak ada lagi,” ungkap Budi Karya Sumadi di kantornya, Kamis (13/2/20).

Akibat penutupan itu saja, frekuensi terbang maskapai sudah turun 21%. Sisanya merupakan penerbangan domestik dan internasional di rute lain.

“Ada juga yang intensif, lebih dari 30%, jadi rata-rata segitu. Tapi yang ke Jepang, Amerika, Korea, contohnya Qantas nggak ada masalah,” lanjutnya.

Di sisi lain, akibat penurunan frekuensi terbang ini ada 3 daerah yang paling terdampak, yakni Bali, Sulawesi Utara [Manado], dan Kepulauan Riau [Batam/Bintan]. Budi akan merumuskan skema relaksasi untuk mencari solusi.

“Relaksasi itu banyak, ada yang direct terhadap biaya, ada yang indirect. Kami minta kerja sama dengan hotel atau kerja sama dengan yang lain. Tim ini masih kerja. Baru rapat satu putaran. Akhir minggu ini atau awal minggu depan difinalkan, baru kami laporkan ke presiden,” katanya.

Ia juga mendorong maskapai memaksimalkan slot kosong penerbangan. Sejumlah armada yang tak terpakai akibat tak lagi terbang ke China juga perlu dialihkan untuk dipakai ke rute lain.

“Jadi memang kalau untuk Jakarta, Bali, Yogyakarta, kita beri prioritas untuk keluar [rute internasional]. Tapi untuk yang lain-lain, kita mendorong maskapai untuk mengisi ke daerah-daerah,” urainya.

Sejalan dengan itu, pemerintah segera menetapkan skema insentif untuk maskapai penerbangan domestik akibat wisata yang lesu karena wabah corona terutama di Bali, Batam/Bintan, dan Manado. Salah satu yang tengah digodok adalah pemberian insentif berupa potongan atau diskon tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Budi menjelaskan bahwa diskon PNBP merupakan usulan dari para maskapai. Pada Rabu (12/2/20) kemarin, Kemenhub bersama Kemenparekraf (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) memang mengumpulkan semua maskapai bersama operator bandara, membahas persoalan tersebut.

Mereka duduk bersama untuk mencari solusi atas lesunya sektor pariwisata akibat penyebaran virus corona. Budi Karya menambahkan, saat ini pihaknya tengah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Kewenangan untuk mengurangi, meniadakan [PNBP] itu di Kementerian Keuangan. Jadi kita nanti ada putaran untuk rapat bersama Kemenkeu, Kemenhub, dan Kemenparekraf,” kata Budi Karya.

Selain diskon PNBP, opsional lain juga disiapkan. Namun, pemerintah tidak bisa memutuskan sendiri karena harus melibatkan operator bandara.

“Bentuk insentifnya apa, apakah pengurangan PNBP, apakah pengurangan biaya landas atau PSC (passenger service charge) nanti diomongin di situ,” tandasnya.

Khusus untuk PNBP sendiri, Budi Karya menjelaskan bahwa selama ini memang maskapai wajib membayar PNBP setiap pesawat melakukan lepas landas dan pendaratan. Dia menyebut, masing-masing proses take off-landing itu PNBP yang dipatok mencapai Rp 60 juta.

Berapa persen dari jumlah tersebut yang akan masuk dalam skema diskon?

“Akan dibicarakan dengan Kemenkeu. Karena kemarin itu kan forum menampung aspirasi penerbangan. Setelah ditampung aspirasinya, kita dibicarakan dengan Kementerian Keuangan. Karena yang punya kewenangan untuk menetapkan dikurangi, ditiadakan Kementerian Keuangan,” katanya.

Namun, mengenai skema keringanan PNBP ini terkait harga tiket yang akan ditanggung konsumen akan lebih murah, belum ada kepastian. Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan di Bali saja, ada potensi kehilangan Rp 2,7 triliun dari wisatawan China selama Januari-Februari 2020.

 

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Tribunnews.com

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

 

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *