Kenaikan Penjualan Ritel AS Agustus Terlambat Dalam 6 Bulan

Penjualan ritel Amerika Serikat (AS) di bulan Agustus 2018 membukukan kenaikan terendah dalam 6 bulan terakhir, seiring konsumen memangkas pembelian di kendaraan bermotor dan pakaian.

Departemen Perdagangan AS melaporkan penjualan ritel bulan lalu naik 0,1% secara bulanan (month-to-month/MtM), merupakan yang terlambat sejak Februari 2018. Sementara itu, data pertumbuhan penjualan bulan Juli direvisi naik ke 0,7% MtM, dari semula 0,5% MtM.

Selain itu, capaian bulan Agustus juga tercatat lebih rendah dari konsensus yang dihimpun Reuters, dimana penjualan ritel diestimasikan naik hingga 0,4% MtM pada bulan lalu.

Terbatasnya penguatan penjualan ritel di Agustus nampaknya disebabkan oleh tingginya harga Bahan Bakar Minyak (BBM), sehingga mendorong konsumen menahan konsumsi di sektor lainnya.

Hal itu dibuktikan dengan pembelian di stasiun pengisian bahan bakar yang meningkat hingga 1,7% MtM di bulan lalu. Harga minyak light sweet yang menjadi acuan di AS memang tercatat meningkat sebesar 13,52%, di sepanjang tahun 2018. Alhasil, harga BBM meningkat sekitar 32 sen/gallon tahun ini, berdasarkan data dari US Energy Information Administration (EIA).

Di sisi lain, penjualan kendaraan bermotor turun 0,8% MtM di Agustus setelah melemah 0,1% MtM di Juli. Kemudian, penjualan pakaian anjlok hingga 1,7% MtM di bulan lalu, lantas menjadi penurunan terbesar sejak Februari 2017.

Sementara, penjualan ritel inti (mengeluarkan komponen kendaraan bermotor, BBM, bahan bangunan, dan jasa makanan) tercatat naik 0,1% MtM pada Agustus. Capaian tersebut jauh melambat dari bulan Juli sebesar 0,8% MtM. Sebagai catatan, penjualan ritel inti berkorelasi erat dengan komponen pengeluaran konsumen pada Produk Domestik Bruto (PDB) Negeri Paman Sam.

Meski pertumbuhan penjualan ritel AS mulai melandai di bulan lalu, pengeluaran konsumen masih akan mendapatkan sokongan dari semakin “ketatnya” pasar tenaga kerja, yang secara konstan mendorong kenaikan upah tenaga kerja di AS.

Hal itu diindikasikan dari upah per jam rata-rata AS pada Agustus yang meningkat 2,9% secara tahunan (year-on-year/YoY). Secara historis, peningkatan itu merupakan yang terbesar sejak Juni 2009. Kemudian, pembukaan lapangan kerja (Job Openings and Labor Turnover Summary/JOLTS) periode Juli 2018 tercatat 6,94 juta, yang merupakan capaian tertinggi sepanjang sejarah.

Selain itu, peningkatan penjualan ritel bulan Juli yang direvisi naik ke 0,7% MtM nampaknya mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi AS masih akan melaju kencang pada kuartal III-2018 ini. Pertumbuhan penjualan ritel di Juli 2018 menjadi laju tercepat kedua di tahun ini, di bawah capaian bulan Mei 2018 sebesar 1,2% MtM.

Artinya, potensi kenaikan suku bunga acuan AS di bulan ini masih terbuka lebar. Mengutip CME Fedwatch Tool malam ini, peluang kenaikan The Federal Reserve/The Fed menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) di bulan ini mencapai 97,4%. Kenaikan suku bunga acuan menjadi perlu untuk mencegah perekonomian AS mengalami overheating.

Meski tujuannya untuk mengerem laju pertumbuhan ekonomi, tetapi kenaikan suku bunga acuan punya dampak lain yaitu menarik arus modal. Saat suku bunga naik lebih agresif, imbalan investasi tentunya akan lebih menggiurkan.

Akibatnya, arus modal berkerumun di sekitar dolar AS dan instrumen berbasis mata uang tersebut. Harga greenback pun semakin mahal. Merespon data penjualan ritel ini, Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback terhadap 6 mata uang dunia, menguat di kisaran 0,2%. Padahal sebelum data diumumkan kenaikan indeks ini baru sekitar 0,03%.

 

 

 

 

Sumber Berita : cnbcindonesia.com
Sumber foto : CNBC Indonesia

 

[social_warfare buttons = “Facebook, Pinterest, LinkedIn, Twitter, Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *