Kebijakan-Kebijakan Trump yang Mengguncang Ekonomi Global

Di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, Amerika Serikat tak henti menuai kontroversi. Tak sedikit kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Trump kemudian menggoyang kondisi geopolitik, bahkan ekonomi dunia.

Salah satu kebijakan Trump yang paling kontroversial adalah pemberlakuan tarif dagang. China, Uni Eropa, Meksiko, dan Kanada, adalah beberapa negara yang sudah menjadi target bahkan sudah menjadi korban kebijakan tarif AS ini.

Indonesia pun secara tidak langsung terkena imbas dari normalisasi kebijakan AS ini. Saat ini, AS sedang mengkaji ulang negara-negara penerima Generalized System Preferences (GSP) dan Indonesia merupakan salah satunya. GSP merupakan kebijakan AS dalam wujud pemotongan bea masuk impor. Kebijakan inilah yang menjadi salah satu pendorong tingginya ekspor Indonesia ke AS.

Kebijakan-kebijakan Trump yang kontroversial tersebut tentu membuat nyaris seluruh entitas dunia panas. Dana Moneter Internasional (IMF) telah memberi peringatan kepada AS, kebijakan tarif yang memicu perang dagang, berisiko menurunkan pertumbuhan global sebesar 0,5 persen atau sekitar 430 miliar dollar AS akan hilang dari PDB dunia pada tahun 2020.

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah mengatakan, strategi kebijakan tarif, hanyalah satu dari kebijakan Trump yang termasuk dalam rumusan kebijakan Make America First. Setidaknya, ada 4 komponen utama strategi AS yang mereka anggap menguntungkan, namun membuat entitas dunia kocar kacir.

1. Penurunan tingkat pajak Kebijakan Trump untuk memangkas pajak atau biasa disebut dengan Trump’s Tax Reform akan menarik banyak investor untuk melakukan investasi di AS. Sebab, per 1 Januari 2018 lalu, AS memangkas pajak penghasilan perusahan dari 35 persen menjadi 21 persen.

2. Larangan masuk untuk imigran Halim menyebutkan, langkah Trump melarang masuknya imigran ke AS merpakan kamuflase supaya tenaga kerja AS terserap oleh industri. “Karena itu AS menutup kesempatan kerja low skill untuk imigran,” ujar dia, Rabu (18/7/2018).

3. Pembatasan ekspor teknologi-teknologi canggih Langkah ini dilakukan, agar AS menjadi unggul dan tidak ada negara lain yang menduplikasi teknologi mereka.

4. Kebijakan Tarif Kebijakan inilah yang rentan memicu perang dagang. Sebab, kebijakan tarif oleh AS akan memicu aksi saling balas. Halim mengatakan, penerapan tarif sengaja dilakukan oleh Trump untuk membatasi impor sehingga dapat memicu produksi dalam negeri. Meskipun rangkaian kebijakan tersebut dapat memicu defisit fiskal, namun Trump tetap optimis dengan berbagai langkah yang dia buat.

“Dia bersedia defisit fiskal terjadi, tetapi mereka nggak takut karena orang akan tetap investasi ke sana (AS), mereka memiliki unlimited demand terhadap surat berharga. Itu yang dia gunakan sebagai kekuatan, sebagai negara nomor satu di dunia,” jelas Halim.

Dana Asing Kabur dari Indonesia
Lebih lanjut Halim mengatakan perubahan strategi AS mendorong persepsi investor untuk menanamkan modal di AS menjadi positif. Sementara, negara lain, terutama negara-negara berkembang menjadi kurang menarik sehingga arus modal akan kembali ke AS.

“Ini sudah sekitar 157 triliun data-data yang saya lihat sudah keluar dari Januari sampai Juli ini. Dana ini kembali ke AS, akibatnya nilai dollar AS menguat akibat banyak yan memegang dollar,” jelas dia. Lebih lanjut Halim menjelaskan, kondisi ini akan terus berlangsung selama AS masih terus menerus menerapkan kebijakan yang kontroversial. Meski, IMF telah memberi peringatan kepada AS mengenai pertumbuhan ekonomi mereka yang sudah tidak bisa lagi tumbuh di atas 2,9 persen.

“Pertumbuhan ekonomi ada masa puncaknya, AS sudah melalui itu, kalau sudah ngga bsa capai 2,9 persen kemungkinan inflasi naik,” sebut Halim. Jika inflasi AS meningkat, maka bank sentral mereka, Federal Reserve akan kembali meningkatkan suku bunganya (Fed Fund Rate). “Sehingga, mungkin Donald Trump akan merubah kembali arah kebijakannya, mungkin,” ucap Halim. “Nah, kemudian baru pasar akan mengkalkulasi ulang,” tukasnya.

 

Sumber Berita : Kompas

Sumber foto     : Vox

 

[social_warfare buttons = “Facebook, Pinterest, LinkedIn, Twitter, Total”]

 

 

 

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *