Istana Tutup Pintu Revisi UU Pemilu dan Pilkada

Istana Kepresidenan menutup pintu untuk revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) lewat pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno menegaskan pemerintah tidak berencana merevisi UU Pemilu dan UU Pilkada.

“Pemerintah tidak menginginkan revisi dua undang-undang tersebut ya. Prinsipnya ya jangan sedikit-sedikit itu undang-undang diubah, yang sudah baik ya tetap dijalankan,” kata Pratikno dalam keterangan tertulis, Selasa (16/2).

Pratikno menilai, pelaksanaan Pemilu 2019 sesuai aturan dalam UU Pemilu 7/2017 telah berjalan dengan sukses. Menurutnya, kalau pun ada kekurangan kecil dalam implementasinya, tugas Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk merevisi Peraturan KPU (PKPU).

Sementara itu, untuk UU Pilkada, sesuai aturan, Pilkada selanjutnya yakni berlangsung pada November 2024.

Menurut Pratikno, aturan dalam beleid tersebut belum dijalankan, sehingga pemerintah tidak berencana untuk mengubah ketentuan dalam UU Pilkada.

“Jadi sudah ditetapkan di tahun 2016 dan itu belum kita laksanakan Pilkada serentak itu. Masa sih UU belum dilaksanakan terus kemudian kita sudah mau mengubahnya. Apalagi kan undang-undang ini sudah disepakati bersama oleh DPR dan Presiden, makanya sudah ditetapkan,” jelas Pratikno.

“Oleh karena itu, pemerintah tidak mau mengubah undang-undang yang sudah diputuskan tapi belum dijalankan,” imbuh dia.

Dalam kesempatan tersebut, Pratikno juga kembali menegaskan sejak awal pemerintah tidak pernah berniat merevisi UU Pemilu maupun Pilkada. Menurut dia, revisi kedua UU tersebut bukan usulan pemerintah.

“Tolong ini saya juga ingin titip ya, tolong jangan dibalik-balik, seakan-akan pemerintah yang mau mengubah undang-undang. Enggak, pemerintah justru tidak ingin mengubah undang-undang yang sudah ditetapkan tetapi belum kita laksanakan. Kaitannya dengan Pilkada serentak itu,” tandasnya.

Lebih lanjut, Pratikno meminta publik tidak mengaitkan penolakan pemerintah terhadap revisi Undang-undang Pemilu dan Pilkada dengan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.

“Mas Gibran masih jualan martabak tahun 2016, jadi pengusaha, enggak ada kebayang,” kata Pratikno.

Dia juga membantah anggapan bahwa pemerintah berupaya menjegal Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan menolak revisi UU Pemilu dan UU Pilkada. Pratikno menegaskan bahwa UU Pilkada disahkan 2016 sebelum Anies menjadi gubernur pada 2017.

“Enggaklah. Ya ingatlah undang-undang ditetapkan tahun 2016. Pak Gubernur DKI waktu itu masih Mendikbud jadi enggak ada hubungannya lah itu,” katanya.

Nasib RUU Pemilu di Senayan sendiri masih menggantung hingga saat ini. Belum ada keputusan pasti rancangan regulasi yang pembahasannya sudah dimulai pada 2020 itu akan didrop dari dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 atau tidak.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad sebelumnya mengakui RUU Pemilu merupakan penghambat pengesahan Prolegnas Prioritas 2021.

Menurutnya, DPR masih menyerap aspirasi publik dan seluruh partai politik di Parlemen Senayan masih terus menjalin komunikasi terkait keberadaan RUU Pemilu di Prolegnas Prioritas 2021.

“Memang persoalan masalah RUU Pemilu ini menjadi perhatian kita semua di DPR. Oleh karena itu, memang, karena hal itulah maka penentuan Prolegnas Prioritas [2021] memang belum kita tetapkan,” ucap Dasco dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (10/2).

“Kita masih [menyerap] aspirasi masyarakat, kita masih saling berkomunikasi antarpartai politik di DPR,” lanjutnya.

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *