Beda Nasib dengan Perak, Harga Emas Lesu Tak Bergairah

Sama-sama termasuk ke dalam golongan logam mulia tetapi nasib emas dan perak berbeda. Sepekan terakhir harga perak melesat tinggi, tetapi harga emas malah kurang bergairah.

Aksi beli perak yang dikampanyekan oleh para investor dan trader ritel di forum Reddit WallStreetBets telah membuat harga logam silver tersebut melesat 13% dalam sepekan. Harga perak semakin mendekati US$ 30.

Namun ketika harga perak mengalami apresiasi hingga dobel digit, harga emas justru naik secuil. Dalam seminggu terakhir harga emas hanya naik 0,2% saja. Pagi ini, Selasa (2/2/2022), harga emas malah terkoreksi.

Emas drop 0,28% ke US$ 1.854,81/troy ons di arena pasar spot. Harga logam kuning ini juga stagnan di sekitar level US$ 1.850/troy ons. Koreksi harga emas dipicu oleh penguatan greenback.

Indeks dolar yang menjadi cerminan kekuatan mata uang Paman Sam mengalami kenaikan 0,44%. Indeks dolar kini sudah mendekati level 91. Dolar AS merupakan aset yang memiliki korelasi negatif dengan emas.

Artinya, ketika dolar AS menguat maka harga emas cenderung melemah. Begitu juga sebaliknya. Hubungan antara emas dan dolar AS sudah terbangun sejak lama ketika emas menjadi salah satu instrumen yang digunakan dalam kebijakan moneter.

Dahulu emas digunakan sebagai aset yang mendasari (underlying asset) untuk mencetak uang. Tujuannya adalah agar pasokan uang yang beredar bisa terkendali dan tidak memicu terjadinya inflasi.

Namun seiring dengan berjalannya waktu kebijakan standard emas tersebut tidak dipakai lagi. Bank sentral maupun pemerintah sekarang bisa mencetak uang dengan jumlah berapapun tanpa ada aset yang mendasarinya. Mata uang ini disebut sebagai mata uang fiat.

Kendati emas terombang-ambing di kisaran US$ 1.850/troy ons, tetapi fundamentalnya tetap kokoh. Kebijakan moneter ultra longgar yang ditempuh bank sentral global melalui pemangkasan suku bunga yang agresif dan program pembelian aset finansial melalui QE (money printing) membuat likuiditas berlimpah.

Dalam pandangan kaum monetarist, suplai uang yang banyak hanya akan membuat nilainya anjlok dan memicu terjadinya inflasi.

Di saat pelaku ekonomi cenderung menahan diri untuk berbelanja dan melakukan ekspansi usaha yang berarti kecepatan uang berpindah tangan (money velocity) melambat, pelaku pasar sudah mulai mengantisipasi adanya inflasi yang tinggi.

Agar kekayaannya tidak tergerus oleh inflasi para investor dan trader memilih mengalokasikan uangnya ke aset-aset yang punya peran untuk lindung nilai (hedging). Salah satunya adalah emas.

Namun pesona emas belakangan seolah meredup ketika ada aset-aset lain yang memberikan cuan lebih tebal seperti saham-saham teknologi dan aset spekulatif cryptocurrency seperti Bitcoin.

Dua aset tersebut menjadi primadona baru pelaku pasar dan investor sekaligus menjadi musuh terbesar emas. Itulah mengapa harga emas cenderung kurang bergairah saat harga saham dan Bitcoin terus mencetak rekor tertingginya (all time high).

 

 

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Warta Ekonomi

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *