Waspada Perang AS-China, Aksi Jual Yuan Makin Menggila

Nilai tukar yuan kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (29/5/2020) pagi. Konflik AS dengan China masih menjadi penyebab terus melemahnya mata uang yang juga disebut renminbi ini.

Pada pukul 9:36 WIB, yuan melemah 0,12% ke 7,1533/US$, dan mendekati level terlemah sejak 2008 yang disentuh pada September tahun lalu, ketika bank sentral China melakukan depresiasi yang memunculkan isu currency war. Sementara melawan rupiah, yuan melemah 0,15% ke Rp 2.049,9/CNY.

Aksi jual yuan semakin menggila belakangan ini, bahkan lebih besar ketimbang ketika China dilanda pandemi penyakit virus corona (Covid-19) dan menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) yang membuat perekonomiannya nyungsep.

Aksi jual tersebut terlihat dari survei 2 mingguan yang dilakukan Reuters terhadap para pelaku pasar untuk melihat posisi apa yang diambil, jual atau beli. Survei tersebut menggunakan angka 3 dan -3, jika positif berarti posisi yang diambil pelaku pasar adalah beli (long) dolar AS, dan jual (short) yuan, semakin mendekati angka 3 berarti posisi jual yuan semakin besar. Begitu juga sebaliknya jika minus, berarti pelaku pasar mengambil posisi jual dolar AS dan beli yuan.

Hasil survei tersebut dirilis Kamis kemarin dan menunjukkan angka 0,72, naik signifikan dari dua pekan sebelumnya 0,23. Tidak hanya naik signifikan, angka 0,72 merupakan yang tertinggi dalam 8 bulan terakhir atau saat muncul isu currency war, artinya saat pandemi Covid-19 aksi jual yuan masih jauh lebih rendah. Posisi jual yang meningkat tajam tersebut bisa menjadi indikasi nilai tukar yuan akan terus melemah ke depannya.

Wajar saja pelaku pasar waspada dan melakukan aksi jual yuan, sebab hubungan AS-China tengah memanas.

Tensi hubungan China dengan AS memang panas dingin dalam 2 tahun terakhir akibat perang dagang kedua negara. Di awal tahun ini, hubungan keduanya kembali mesra setelah menandatangani kesepakatan dagang fase I.

Tetapi kini kembali memanas akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Presiden AS Donald Trump terus menyerang China dengan mengatakan virus corona berasal dari sebuah laboratorium di Negeri Tiongkok. Trump meminta China untuk bertanggung jawab hingga Covid-19 menjadi pandemi global dan menuntut kompensasi atas kerusakan ekonomi AS.

Hubungan kedua negara kini semakin memburuk setelah AS kembali ikut campur urusan Hong Kong yang merupakan wilayah administratif China.
Presiden AS, Donald Trump, Selasa kemarin mengatakan sebelum akhir pekan ini Amerika Serikat akan mengumumkan langkah apa yang akan diambil ke China terkait Undang-undang keamanan yang akan diterapkan di China. Undang-undang tersebut memicu demo berdarah di Hong Kong beberapa hari terakhir.

Parlemen China sudah menyetujui undang-undang tersebut yang memuluskan jalan untuk segera diterapkan.

Merespon hal tersebut, Presiden Trump mengatakan akan mengadakan konferensi pers terkait China pada Jumat waktu setempat. Tetapi ia tidak menjelaskan dalam konferensi pers tersebut berkaitan dengan apa, yang pasti pasar sudah dibuat cemas.

Memanasnya hubungan kedua negara memicu kecemasan akan terjadinya babak baru perang dagang kedua negara. Lebih buruk lagi, bahkan mungkin terjadi konfrontasi bersenjata alias perang militer.

Negeri Paman Sam memperkuat kehadirannya di Laut China Selatan dalam beberapa pekan terakhir, kapal-kapal perang Angkatan Laut AS dan kapal pembom Angkatan Udara B-1 kerap berpatroli.

Tindakan ini dikatakan sebagai dukungan bagi kawasan Indo-Pasifik agar tetap bebas dari intervensi dan terbuka di tengah pandemi Covid-19.
Angkatan Laut AS mengirim tujuh kapal selam yang bersiaga di Laut China Selatan guna memastikan kebebasan dan mengimbangi operasi China di kawasan tersebut.

“Operasi kami adalah demonstrasi kesediaan kami untuk membela kepentingan dan kebebasan kami di bawah hukum internasional,” kata Laksamana Muda Blake Converse, komandan sub-pasukan Pasifik yang bermarkas di Pearl Harbor, dikutip Express pada Selasa (19/5/2020).

Sementara itu, China menambah anggaran militernya di tahun ini menjadi 6,6% dari produk domestik bruto (PDB), berdasarkan laporan yang dikeluarkan Kongres Rakyat Nasional (NPC), Jumat (22/5/2020).Jumat (22/5/2020).

Anggaran akan ditetapkan sebesar 1.268 triliun (US$ 178 miliar) dan menjadi merupakan yang terbesar kedua di dunia setelah AS, yakni US$ 738 miliar.
Presiden China, Xi Jinping, pada Selasa lalu menyampaikan penting bagi China untuk memperkuat pelatihan militer dan pertahanan nasional di tengah-tengah pandemi Covid-19. Sebagaimana ditulis Global Times, Xi memerintahkan militer untuk memikirkan skenario terburuk, meningkatkan pelatihan dan kesiapsiagaan pertempuran.

“Terutama dalam situasi kompleks sekarang untuk menjaga kedaulatan nasional, keamanan dan kepentingan pembangunan,” tulis media yang berafiliasi dengan pemerintah itu.

Bisa dikatakan kedua negara saat ini mulai unjuk kekuatan militer. Perang dagang antara kedua negara sudah berdampak buruk bagi perekonomian global, apalagi jika sampai terjadi perang militer. Akibatnya kurs yuan belakangan ini terus melemah.

 

 

 

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : UMM

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *