Imbas Perang Dagang, China Batasi Impor Emas

China membatasi impor emas secara ketat sejak Mei 2019 lalu. Hal itu dilakukan untuk meredam imbas perang dagang dengan Amerika Serikat (AS).

Dilansir dari Reuters, Kamis (15/8), pembatasan impor emas diduga dilakukan untuk menahan aliran keluar dolar AS dan menguatkan kurs yuan China seiring perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Sumber Reuters yang berasal dari pelaku industri emas menyatakan pengiriman impor emas sejak Mei telah merosot sekitar 300 ton-500 ton dibandingkan tahun lalu atau setara dengan US$15 miliar hingga US$20 miliar sesuai harga berlaku.

Pembatasan terjadi seiring eskalasi perang dagang dengan AS yang telah menyeret pertumbuhan ekonomi China hingga ke level terlamban dalam hampir tiga dekade terakhir dan menekan kurs yuan hingga ke level terendahnya sejak 2008.

Saat ini, China merupakan importir emas terbesar di dunia. Tahun lalu, sesuai laporan Reuters, impor emas China mencapai 1.500 ton atau senilai us$60 miliar. Jumlah tersebut setara dengan sepertiga dari pasokan dunia.

Selama dua dekade terakhir, permintaan perhiasan emas, emas batangan, dan koin emas China telah melonjak tiga kali lipat seiring meningkatnya kemakmuran warganya. Dalam periode yang sama, cadangan emas China di bank sentral melonjak lima kali lipat menjadi 2.000 ton.

Berdasarkan data kepabeanan China, negeri tirai bambu itu mengimpor sebanyak 575 ton emas pada paruh pertama tahun ini atau merosot sekitar 34,8 persen dari periode yang sama tahun lalu, 883 ton.

Pada Mei lalu, impor emas China hanya 71 ton atau tak sampai separuh dari Mai 2018, 157 ton. Penurunannya makin tajam pada Juni lalu di mana China itu hanya mengimpor 57 ton emas atau sekitar seperempat dari periode yang yang sama tahun lalu, 199 ton.

Impor emas China berasal dari Swiss, Australia, dan Afrika Selatan. Biasanya, impor tersebut dibayar dengan dolar AS yang dilakukan oleh bank lokal dan internasional sesuai impor kuota bulan yang diberikan bank sentral China (PBoC).

Namun, permohonan kuota emas telah dibatasi atau ditolak selama beberapa bulan. Keterangan itu diperoleh dari 7 sumber Reuters yang berasal dari industri emas di London, Hong Kong, Singapura, dan China.

Namun, bank sentral China masih belum memberikan komentar terkait hal tersebut.

Sebanyak 4 sumber Reuters mengungkapkan impor tidak sepenuhnya hilang karena beberapa bank masih menerima sejumlah kuota impor. Selain itu, sejumlah saluran impor lain masih terbuka misalnya usaha pemurnian masih menerima impor logam emas setengah murni.

Mereka menduga restriksi impor emas dilakukan untuk membantu membatasi jumlah dolar AS yang keluar dari China di tengah pelemahan yuan.

Sebelumnya, China juga pernah melakukan sejumlah langkah pembatasan aliran modal keluar saat mata uangnya melemah. Misalnya dengan mengurangi pasokan yuan di luar negeri dan mendorong bank membawa pulang dolar AS yang ditahan di luar negeri.

Pembatasan kuota impor emas juga pernah dilakukan sebelumnya. Terakhir, pada 2016 lalu setelah yuan melemah tajam. Namun, pembatasannya dulu tak seketat sekarang.

Seorang sumber Reuters mengatakan pembeli emas di China cenderung akan membeli dolar AS terlebih dahulu untuk membayar logam mulia itu.

“Semuanya terhubung dengan apa yang terjadi dengan bagaimana bank sentral mengelola mata uang,” ujarnya.

Sebagai catatan, sejak awal tahun ini, yuan China telah melemah lebih dari 10 persen terhadap dolar AS. Bahkan, bulan ini, yuan merosot hingga ke level 7 yuan per dolar AS. Ini yang pertama untuk lebih dari satu dekade.

Dengan cadangan mata uang asing di bank sentral yang mencapai US$3,1 triliun, China sebenarnya memiliki kemampuan untuk menjaga mata uangnya.

Namun, bankir logam mulia menilai pembatasan impor logam menjadi cara termudah untuk menahan keluarnya aliran modal tanpa mempengaruhi masyarakat. Sejauh ini, dampak kebijakan itu di luar pasar emas bisa diredam.

Kenaikan harga yang tajam mendorong masyarakat China untuk menjual emasnya, sehingga pasokan emas domestik meningkat. Sementara, di belahan dunia lain, permintaan terhadap emas bangkit sehingga mampu menyerap tambahan pasokan logam mulia itu.

Dalam hal ini, perlambatan pertumbuhan ekonomi global mendorong investor institusi, khususnya di Eropa dan Amerika Utara, untuk membeli emas yang secara tradisional dianggap sebagai instrumen investasi yang aman.

Kendati demikian, harga emas di China berisiko terkerek jika efek tambahan pasokan memudar sebelum restriksi impor diangkat. Di saat yang sama, pasokan emas dapat berlebih di pasar luar China jika investor institusi mengurangi pembeliannya.

 

 

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar :Eksplorasi.id

 

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

 

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *