AS Mau Cabut Lockdown, Harga Minyak Mulai Melesat

Harga minyak mentah bergerak naik pada perdagangan pagi ini, Jumat (17/4/2020). Penguatan harga si emas hitam dipicu sentimen yang datang dari Amerika Serikat (AS) yang berencana mengakhiri lockdown di beberapa wilayahnya.

Pada 09.20 WIB, harga minyak kontrak berjangka Brent naik 2,08% ke US$ 28,4/barel dan minyak West Texas Intermediate (WTI) terangkat 0,3% ke level US$ 19,93/barel.

Ada beberapa kabar baik yang jadi sentimen positif untuk harga minyak. Kabar baik tersebut datang dari Negeri Paman Sam. Kabar baik pertama adalah, mulai bereaksinya obat anti-corona dari Gilead.

Pasien terinfeksi virus corona yang diobati dengan Remdesivir dari perusahaan farmasi Gilead, kondisinya berangsur membaik dengan cepat setelah mengalami gejala yang parah.

Sentimen positif yang kedua adalah kabar AS yang berencana untuk membuka lockdown secara bertahap di berbagai negara bagian. Namun, status lockdown tak serta-merta dicabut begitu saja. Presiden AS Donald Trump menjelaskan beberapa pertimbangan terkait rencananya ini.

“Kami tidak membuka begitu saja, tetapi selangkah demi selangkah. Lockdown yang terlalu lama ditambah dengan depresi ekonomi yang menyertainya malah membuat masalah bagi kesehatan masyarakat. Akan lebih banyak kasus penyalahgunaan obat-obatan, kecanduan alkohol, kecenderungan bunuh diri, atau penyakit jantung,” tegas Trump, sebagaimana diberitakan Reuters.

Arahan dari Gedung Putih adalah bagi negara bagian yang mencatatkan jumlah kasus dengan tren menurun dalam waktu 14 hari, maka bisa melonggarkan social distancing dan lockdown melalui tiga tahapan.

Pertama, kerumunan orang sudah diperbolehkan asal tidak melebihi 10 orang. Di sini, orang-orang sudah diperbolehkan keluar rumah. Sekolah masih ditutup, tetapi bioskop, restoran, stadion, dan rumah ibadah sudah boleh dibuka.

Dua sentimen tersebut membuat harapan bahwa ekonomi akan pulih kembali membuncah. Kala ekonomi pulih permintaan minyak juga akan ikut kena imbasnya. Namun dibalik optimisme tersebut masih ada ruang ketidakpastian yang tinggi.

Obat tersebut harus menunjukkan efek yang sama pada orang lain secara masif dan pencabutan status lockdown seharusnya tidak memicu terjadinya gelombang wabah periode kedua.

Lagipula harga minyak juga masih berada dalam tekanan. Tren beberapa hari ini menunjukkan harga minyak diangkat di awal perdagangan tetapi ditutup terpangkas dari penguatan awal.

Hal ini dipicu oleh fundamental minyak yang memang belum bagus. Kemarin Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) merilis laporan bahwa permintaan minyak tahun ini diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 6,9 juta barel per hari (bpd).

Pekan lalu OPEC, Rusia & koleganya (OPEC+) sepakati pangkas produksi 9,7 juta bpd pada Mei-Juni nanti. Pemangkasan dilanjutkan pada Juli-Desember 2020 sebesar 7,7 juta bpd. Pada Januari 2021- April 2022, produksi minyak dipangkas 5,8 juta bpd.

Pemangkasan produksi minyak juga akan dilakukan oleh negara lain di luar OPEC+. Akan ada tambahan pemangkasan produksi dari AS dan negara lainnya sebesar 10 juta bpd. Sehingga total produksi minyak dipangkas mencapai 20 juta bpd.

Namun volume pemangkasan tersebut dirasa belum cukup mengingat pemangkasan baru akan dimulai bulan depan, sementara permintaan minyak sudah anjlok signifikan dalam sebulan terakhir.

Di sisi lain pemangkasan produksi juga tak semudah membalikkan telapak tangan. Ini lah yang jadi pemicu mengapa harga minyak masih diobral murah. “Risiko penurunan masih signifikan, kemungkinan penyesuaian lebih lanjut masih ada, terutama pada kuartal kedua,” kata OPEC tentang perkiraan permintaan, sebagaimana diwartakan Reuters.

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : PMJNEWS

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *