Pasokan Global Bengkak, Harga Minyak Terjerembab

Harga minyak dunia merosot pada perdagangan Selasa (18/12), waktu Amerika Serikat (AS). Pelemahan terjadi menyusul membengkaknya stok minyak AS dan Rusia di tengah permintaan global yang justru melemah.

Dilansir dari Reuters, Rabu (19/12), harga minyak mentah Brent merosot US$2,54 atau 4,2 persen menjadi US$57,07 per barel. Selama sesi perdagangan berlangsung, Brent sempat tertekan hingga ke level US$56,86 per barel.

Pelemahan juga terjadi pada harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$2,78 atau 5,5 persen menjadi US$47,10 per barel. Harga WTI sempat terjerembab hingga ke level US$46,97 per barel, terendah sejak September 2017.

Kedua harga minyak acuan telah anjlok lebih dari 30 persen sejak awal Oktober, akibat membengkaknya persediaan minyak global. Volume perdagangan juga relatif rendah pada Selasa (18/12) kemarin, mengingat pasar akan memasuki musim liburan. Selain itu, masa berlaku kontrak minyak mentah AS juga akan berakhir.

Survei Bank of America Merrill Lynch pada Desember mencatat kepercayaan diri investor semakin merosot karena perkiraan manajer investasi terkait pelemahan pertumbuhan ekonomi global selama 12 bulan ke depan. Proyeksi tersebut merupakan yang terburuk selama satu dekade terakhir.

Direktur Perdagangan Berjangka Mizuho Bob Yawger mengungkapkan pasokan minyak yang membanjir dibarengi dengan sinyal merosotnya permintaan dari pasar modal. Pemberitaan tersebut menekan harga minyak hingga ke level di bawah US$50 per barel.

“Hal itu memberi sinyal jual yang kuat,” ujar Yawger di New York.

Pasokan yang bertambah diperkirakan berasal dari lapangan minyak terbesar di Inggris yang berpotensi kembali beroperasi. Pemerintah AS mengatakan produksi minyak tahun ini akan menyentuh 8 juta barel per hari (bph), seiring indikasi stok minyak AS bakal terkerek pekan ini.

Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia, telah sepakat atas kebijakan pemangkasan produksi sebesar 1,2 juta bph. Jumlah tersebut setara dengan 1 persen permintaan global. Hal itu dilakukan demi menguras stok dan mendongkrak harga.

Kendati demikian, kesepakatan tersebut baru akan berlaku bulan depan. Sementara itu, tingkat produksi telah atau hampir memdekati rekor di AS, Rusia, dan Arab Saudi.
Sumber Reuters menyebutkan, produksi minyak Rusia akan mencetak rekor 11,42 juta bph bulan ini.

Di AS, Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) menyatakan produksi di tujuh cekungan penghasil minyak shale utama AS bakal melampaui 8 juta bph untuk pertama kalinya di akhir tahun.

Mengutip data Genscape, para pedagang menyatakan Persediaan minyak AS di hub pengiriman minyak AS Cushing, Oklahoma, juga naik lebih dari 1 juta barel pada 11-14 Desember 2018.

AS telah menyalip Rusia dan Arab Saudi sebagai produsen minyak terbesar dengan total produksi yang mencapai 11,47 juta bph.

Di Inggris, operator Nexen pada awal pekan ini menyatakan lapangan minyak terbesar Buzzard kembali beroperasi usai rampungnya perbaikan pipanya. Buzzard menghasilkan lebih dari 150 ribu bph dan berkontribusi terbesar ke jaringan pipa Forties.

 

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Harian Nasional

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *