IDI: Penyemprotan Air ke Jalan Tak Efektif Tekan Polusi Udara

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengatakan penyemprotan air ke sejumlah jalan protokol kurang efektif mengurangi dampak polusi udara di DKI Jakarta.

Anggota Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular PB IDI Erlina Burhan menyebut dari studi yang dilakukan di Tiongkok, penyemprotan air ke jalan malah meningkatkan partikulat meter (PM) 2,5, yang merupakan campuran partikel padat dan cair yang ditemukan di udara.

“Studi yang dilakukan di Tiongkok menunjukkan bahwa menyemprot jalan dengan air justru meningkatkan, bukan menurunkan, konsentrasi PM2.5,” kata Erlina dalam unggahan di Twitter, Jumat (25/8). CNNIndonesia.com telah diberikan izin untuk mengutip unggahan tersebut.

“Sehingga merupakan sumber baru aerosol antropogenik dan polusi udara,” imbuhnya.

Erlina menjelaskan PM2.5 terbentuk dari emisi pembakaran bensin, minyak, bahan bakar, dan kayu. Sementara PM10 terbentuk dari tempat pembuangan sampah, kebakaran hutan, debu, dan lain sebagainya.

Erlina mengungkapkan penelitian lain menemukan penyemprotan air ke jalan memperlihatkan dampak kepada partikel PM10, yaitu dapat menghilangkan partikel dari permukaan jalan dan mengurangi konsentrasinya di lingkungan jalan secara lebih menyeluruh.

“Saya tentu menghargai upaya yang dilakukan. Tapi menurut saya ini kurang efektif ya, karena partikel polutan yang berada di ketinggian itu tidak semua terjangkau,” katanya.

Alih-alih menyemprotkan air ke jalanan Ibu Kota, ia menyebut pemerintah bisa memilih opsi hujan buatan secara berkala. Namun sekali lagi, ia menegaskan dampak menekan polusi udara dengan metode itu hanya bersifat sementara.

Ia meminta upaya meminimalisir cemaran polusi udara menjadi tanggung jawab semua pihak dengan cara melakukan intervensi terhadap sumber penyebab polusi atau upaya pencegahan di hulu.

“Kita jangan juga terjebak di hilir, padahal intervensi juga harus sampai ke hulu,” ujar Erlina.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin sebelumnya mengungkap jumlah kasus penyakit pernapasan di DKI Jakarta meningkat hingga empat kali lipat imbas cemaran dari polusi udara.

Budi menyebut penyakit pernapasan yang paling sering dialami masyarakat Indonesia adalah kanker paru, tuberkulosis, paru obstruksi kronis, asma, dan pneumonia.

“Khususnya di Jakarta, kita lihat sebelum Covid-19 itu 50 ribuan lah ya yang kena, sekarang sudah naik ke 200 ribuan. Nah, itu ada akibatnya dari polusi udara ini,” kata Budi pada Kamis (24/8).

Budi mengatakan posisi Kemenkes berada di hilir dalam masalah polusi udara. Pihaknya masih terus berupaya untuk mengampanyekan cara meminimalisir paparan polusi hingga cara mengurangi polusi udara.

Dengan demikian, Budi mengatakan penyelesaian atau penanganan polusi udara ini merupakan tanggung jawab lintas sektor. Misalnya, Kemenkes meminta agar sektor di hulu seperti bidang transportasi, energi, lingkungan hidup, untuk serius dalam memikirkan cara mengurangi polusi udara ini.

 

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : indoposco

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *