Goks! Biden Hampir Menang, Emas ‘Pesta Pora’ & Lompat 2,4%

Kemarin, logam mulia emas menemukan momentum untuk melesat. Namun pada perdagangan pagi ini Jumat (6/11/2020), harga emas terkoreksi.

Harga bullion melesat 2,4% dalam sehari dan hampir tembus ke level US$ 1.950/troy ons di saat indeks dolar melemah 0,9%. Pada 09.10 WIB hari ini harga emas terkoreksi 0,2% ke level US$ 1.943,8/troy ons.

Melesatnya harga emas kemarin juga seiring dengan menguatnya harga aset-aset ekuitas di bursa New York. Tiga indeks saham utama Wall Street dini hari tadi ditutup melesat lebih dari 1,5%.

Saat ini pasar masih terus mencermati perkembangan pemilihan presiden di AS. Penghitungan suara masih berlangsung dan kandidat dari Partai Demokrat Joe Biden masih diunggulkan dengan 264 suara elektoral 73,3 juta popular vote.

Trump sebagai petahana saat ini masih meraup 214 suara elektoral dan 69,5 juta suara populer. Untuk dapat menang, kandidat presiden harus mendapat setidaknya 270 suara elektoral.

Dengan begitu Joe Biden untuk sementara waktu memiliki chance terkuat untuk mendekati Gedung Putih. Keunggulan Biden pun mendapat reaksi dari pihak rival yaitu Trump.

Trump yang tidak terima akan hasil penghitungan tersebut meminta penghitungan di beberapa negara bagian distop dan di tempat lain untuk dihitung ulang. Beberapa kasus seperti penggelembungan suara salah satu calon juga mewarnai pemilu AS kali ini.

Semakin tingginya potensi Joe Biden untuk menang membuat dolar AS anjlok signifikan. Kemenangan Biden memang diperkirakan bakal membuat dolar AS jatuh lantaran Demokrat cenderung berani mengambil kebijakan fiskal yang lebih ekspansif dan agresif.

Emas menjadi diuntungkan ketika dolar AS jatuh, karena korelasi kedua aset keuangan tersebut bersifat negatif dan kuat. Artinya pergerakan harga emas berlawanan arah dengan dolar AS.

Namun ada satu hal yang perlu diingat, untuk memuluskan jalan agar paket stimulus fiskal jilid II AS senilai US$ 2,2 triliun yang diusulkan Demokrat bisa jadi undang-undang, Partai Biru ini harus menang mutlak.

Artinya Demokrat harus mengusai kursi eksekutif dan legislatif baik di majelis rendah House (DPR) maupun Senat. Namun tampaknya blue wave tidak terjadi. Partai Republik masih mengusai senat sehingga kemungkinan diskusi soal stimulus masih akan berjalan alot.

Sesuai dengan dugaan bank sentral paling berpengaruh di dunia yaitu the Fed semalam mengumumkan kebijakan moneternya. Tak ada perubahan signifikan dan sinyal baru yang dikatakan oleh sang nahkoda Jerome Powell.

Suku bunga acuan ditahan di level mendekati nol persen dan kebijakan pembelian aset-aset keuangan atau yang dikenal dengan quantitative easing (QE) masih akan terus dilanjutkan.

Namun, sang ketua Jerome Powell menegaskan The Fed masih punya banyak amunisi yang diperlukan untuk membantu pemulihan ekonomi AS.

“Apakah kebijakan moneter kehabisan amunisi? Jawabannya adalah tidak, saya pikir tidak demikian. Saya pikir kami berkomitmen kuat menggunakan kebijakan moneter yang powerful yang kita miliki untuk membantu perekonomian selama masa sulit seperti ini dan selama dibutuhkan, tidak ada orang yang seharusnya meragukan hal tersebut,” kata Powell.

Berbeda dengan the Fed, bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) dalam pengumuman rapat kebijakan moneter menambah nilai program pembelian aset (quatitative easing/QE) sebesar 150 miliar poundsterling (Rp 2.820 Triliun, kurs Rp 18.800/GBP), menjadi total 895 miliar poundsterling.

Tambahan stimulus tersebut lebih banyak 50 miliar pounsterling ketimbang prediksi Reuters. Dengan tambahan tersebut, BoE mengatakan cukup untuk melakukan pembelian aset hingga akhir 2021.

Dengan masih banyaknya risiko ketidakpastian yang ada, jangan kaget kalau pasar bakal bergerak dengan volatilitas yang tinggi termasuk untuk emas.

 

 

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : CNBC Indonesia

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *