Pasar Panik karena Second Wave Covid-19, Harga Minyak Ambles

Harga minyak mentah global semakin melorot. Ancaman gelombang kedua Covid-19 semakin memperburuk outlook pemulihan permintaan minyak dunia.

Selasa (20/10/2020), harga minyak mentah berjangka acuan terkoreksi lebih dari 0,5%. Pada 09.10 WIB, harga kontrak Brent pengiriman satu bulan turun 0,7% ke US$ 42,32/barel. Di saat yang sama kontrak acuan AS West Texas Intermediate turun 0,64% ke US$ 40,57/barel.

Kasus Covid-19 global telah tembus angka 40 juta per Senin kemarin (19/10/2020). Lonjakan kasus baru banyak dilaporkan di Benua Eropa dan Amerika Utara. Berbagai langkah pengetatan pun dilakukan. Jelas pembatasan mobilitas publik ini punya dampak negatif terhadap permintaan minyak yang sedang berada di fase pemulihan.

“Sejak April kami telah melihat pemulihan ajaib dalam permintaan minyak – yang sekarang berada di sekitar 92% dari tingkat pra-pandemi, tetapi masih terlalu dini untuk menyatakan diakhirinya era anjloknya permintaan minyak akibat Covid-19,” kata pasar minyak Rystad Energy analis Louise Dickson kepada Reuters.

Panel menteri Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya yang lebih dikenal dengan sebutan OPEC+ menggelar pertemuan kemarin dan berjanji untuk mendukung pasar minyak karena kekhawatiran atas lonjakan infeksi Covid-19.

Untuk saat ini OPEC+ masih berpegang pada kesepakatan pemangkasan produksi sebesar 7,7 juta barel per hari (bpd) hingga Desember. Mulai Januari pemangkasan produksi minyak diturunkan menjadi 5,7 juta bpd.

Reuters melaporkan, tiga sumber dari negara produsen mengatakan rencana kenaikan produksi mulai Januari bisa direvisi jika perlu.

“Kami tidak berpikir pasar minyak berada dalam posisi untuk menyerap sekitar 2% dari pasokan global yang OPEC+ harapkan untuk dimulai kembali dari 1 Januari 2021,” kata analis komoditas Commonwealth Bank Vivek Dhar dalam sebuah catatan.

Kondisi oversupply membuat harga minyak tertekan. Dalam sebuah laporan, OPEC+ memperkirakan pasokan minyak bakal defisit 1,9 juta bpd tahun depan di bawah skenario normal. Namun dalam skenario terburuk bisa surplus 200 ribu bpd.

Lebih lanjut, Vivek Dhar mengatakan peningkatan produksi dari Libya, yang beroperasi di luar pakta OPEC+ menambah kekhawatiran kelebihan pasokan semakin meningkat.

Libya dengan cepat meningkatkan produksinya setelah konflik bersenjata menutup hampir semua produksi negara itu pada Januari. Output dari ladang terbesarnya, Sharara, yang dibuka kembali pada 11 Oktober telah menambah pasokan sekitar 150.000 bpd atau sekitar setengah dari kapasitasnya.

Di bawah skenario terburuk dokumen itu, produksi Libya akan meningkat pada 2021 menjadi sebanyak 1,1 juta bpd. Di bawah kasus dasarnya, output Libya akan menjadi 600.000 bpd pada tahun 2021.

Sementara itu, pedagang akan mengamati data persediaan minyak mentah dan produk turunannya dari American Petroleum Institute (API) pada hari Selasa. Analis memperkirakan stok minyak mentah dan distilat AS kemungkinan turun pada pekan lalu jika mengacu pada jajak pendapat Reuters.

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Pikiran Rakyat

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *