Mengingat Perjuangan ‘Marlina’ Jadi Wakil Indonesia di Oscar

Memilih film ‘Kucumbu Tubuh Indahku’ sebagai perwakilan Indonesia ke Oscar 2020 bukan lah akhir. Justru, hal itu merupakan awal dari perjuangan mengenalkan film Indonesia ke tanah Hollywood.

Film ‘Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak’ sudah merasakan perjuangan itu tahun lalu, sebagai perwakilan Indonesia ke Oscar 2019. Perjuangan film karya Mouly Surya itu pun terbilang amat berliku.

Produser ‘Marlina’, Fauzan Zidni mengatakan langkah pertama yang dilakukan ia dan timnya usai ditetapkan oleh Komite Seleksi adalah menghubungi produser-produser film terdahulu yang mewakili Indonesia.

Fauzan mengaku hal itu dilakukan untuk mengetahui langkah yang harus diambil ketika sudah ditunjuk mewakili Indonesia. Namun nyatanya, kata Fauzan, sejumlah produser terdahulu memilih tak melanjutkan proses usai dipilih.

“Sampai 2011 kalau tidak salah, tidak ada yang ngapa-ngapain [setelah dipilih]. Terakhir ‘Sang Penari’, mereka bikin ‘additional screening’ dan iklan,” kata Fauzan saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Rabu (18/9).

“Setelah itu enggak ada produser yang melakukan apa-apa, karena akhirnya ya semua orang ini beda-beda menilai tingkat kepentingannya,” lanjutnya.

Ia dan tim pun berupaya sendiri dengan mencari publisis demi menggaungkan ‘Marlina’ agar dilirik para juri Oscar. Masalahnya, ada 400 juri yang bekerja suka rela menyaring sekitar 90 film dari seluruh negara di dunia.

Fauzan mengatakan, film yang didaftarkan ke Oscar hanya memiliki satu kali kesempatan ditayangkan secara resmi oleh pihak the Academy of Motion Pictures Arts and Sciences (AMPAS). Jadwalnya pun tak menentu.

“Sementara jumlah juri ada 400-an dan enggak mungkin semuanya bisa nonton. Jadi harus ada additional screening yang dipersiapkan publisis,” lanjutnya.

Bukan hanya penayangan. Bila ingin film Indonesia dilirik, Fauzan mengaku perlu ada iklan yang mengiringi penayangan film itu.

Minimal, informasi tentang film tersebut di media perfilman kenamaan Hollywood, seperti Hollywood Reporter, Variety, serta LA Times.

‘Marlina’ juga mejeng di majalah-majalah tersebut yang mengumumkan informasi penayangan film, lalu mengadakan penayangan mandiri hingga tiga kali, serta melakukan dua kali resepsi, plus pertunjukan film dengan LA Times.

“Selain itu, kami juga berangkat ke Los Angeles untuk menemui langsung para juri dalam sesi Tanya-Jawab dan resepsi yang disiapkan oleh tim publisis,” tertulis pernyataan Fauzan dalam laporan dari Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI).

Fauzan tak merincikan jumlah kocek yang mesti dikeluarkan untuk iklan. Namun ditaksir menghabiskan setidaknya ratusan juta rupiah.

Hal itu bisa dilihat dari sewa bioskop Wilshire Screening Room, tempat “Marlina” diputar untuk para juri. Bioskop itu bisa disewa sekitar US$400 atau Rp5,6 juta per jam di waktu sore hari. Marlina berdurasi 1,5 jam, dan tayang tiga kali untuk promosi.

Sedangkan untuk iklan, sejumlah sumber menyebut biaya memasukkan iklan di Variety bisa sampai US$16 ribu atau Rp231 juta, tergantung jenis iklan dan spesifikasinya.

Meski tak mau menyebut jumlah kocek yang dirogoh, Fauzan mengatakan sebagian besar biaya berasal dari kantong produser eksekutif dan bantuan dari pemerintah, dalam hal ini Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Pusat Pengembangan Film Kemendikbud.

Namun Fauzan menegaskan, bantuan pemerintah yang ia terima adalah yang pertama kalinya untuk film wakil Indonesia ke Oscar.

Tak Seberapa

Meski terlihat besar, Fauzan memastikan jumlah uang yang Indonesia berikan tak sebanding dengan kocek promosi dari film Alfonso Cuaron, Roma, yang berhasil memenangkan Best International Feature Film Oscar 2018.

Fauzan menyebut film yang berada di bawah produksi Netflix tersebut berani mengeluarkan dana sekitar US$25 juta atau sekitar Rp351 miliar, hanya untuk promosi di Oscar.

“Waktu di Los Angeles, itu papan reklame, majalah, koran, isinya iklan Roma. Bahkan di museum LACMA ada exhibition khusus Roma. Jadi ini tergantung produser dan pemilik film mau spend berapa,” kata Fauzan.

“Istilahnya memang seperti menabur garam di tengah lautan. Hampir semua studio melakukan kampanye untuk filmnya,” lanjutnya.

Untuk itu, Fauzan menilai bahwa keputusan berjuang seberapa jauh film wakil Indonesia memang ada di tangan produser.

Fauzan sendiri mengaku bahwa dia menganggap momentum tersebut penting karena dapat menjadi parameter untuk menilai filmnya.

Di sisi lain, meski tak lolos sebagai nomine, Fauzan menilai Indonesia memang harus tetap mengirim wakil ke Oscar. Bukan hanya sebagai upaya mengenalkan film Indonesia ke anggota AMPAS, tapi juga demi memajukan kualitas perfilman lokal.

“Indonesia harus terasa hadir walau belum bisa masuk shorlist atau nominasi, enggak boleh abai. Jangan pernah berpikir kalau ‘percuma enggak bakalan masuk,’ mentalnya harus diubah,” kata Fauzan.

“Ini kan bicara negara Indonesia, kalau film maker sekarang belum berhasil, diharapkan di masa yang datang akan ada yang berhasil dan itu membawa nama Indonesia.” lanjutnya.

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com

Gambar : sukita id

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *