Harga Minyak Anjlok 3 Persen Gara-gara Cuitan Trump

Harga minyak mentah dunia merosot lebih dari 3 persen pada perdagangan Senin (25/2), waktu Amerika Serikat (AS). Pelemahan terjadi usai Presiden AS Donald Trump meminta Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk melonggarkan upaya mengerek harga minyak mentah. Menurut Trump, harga minyak mentah terlalu tinggi.

Dilansir dari Reuters, Selasa (26/2), harga minyak mentah berjangka Brent turun US$2,36 per barel atau 3,5 persen menjadi US$64,76 per barel.

Pelemahan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$1,78 atau 3,1 persen menjadi US$55,48 per barel.

“Harga minyak terlalu tinggi. OPEC, tolong relaks dan santai saja. Dunia tidak dapat menerima lonjakan harga – rapuh!” tulis Trump melalui cuitan akun Twitter resminya.

Cuitan Trump memicu aksi jual di pasar. Padahal, pada Jumat (22/2) lalu kedua harga acuan global mencapai level tertinggi untuk lebih dari tiga bulan. Penguatan tersebut dipicu oleh ekspektasi mengetatnya pasokan. Selain itu, harapan bakal segera terwujudnya kesepakatan perdagangan AS-China juga turut mendongkrak harga.

“Saya pikir tweet (Trump) tersebut menciptakan momentum tekanan ke bawah yang besar di awal hari, dan pasar belum pulih,” ujar Ahli Strategi Pasar Senior RJO Futures Michael O’Donnell di Chicago.

Sebagai catatan, harga minyak mentah telah menanjak sekitar 20 persen sejak awal tahun saat OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia, memangkas produkai demi mengurangi membanjirnya pasokan global.

“Trump kelihatannya berusaha untuk sedikit mengatur minyak.. untuk menjaga produksi yang cukup kuat untuk menjaga pasokan global dalam kondisi surplus,” ujar Presiden Ritterbusch and Associates Jim Ritterbusch dalam catatannya kepada seorang klien.

Namun, menurut Ritterbusch, cuitan Trump kemarin dapat membuat upaya Arab Saudi untuk melakukan upaya pembatasan pasokan lebih berani. Dengan catatan, Arab Saudi masih memperhatikan pasar minyak.

Baru-baru ini Arab Saudi memperkirakan produksinya akan merosot pada Maret lebih besar dari yang diantisipasi pada kesepakatan pemangkasan pasokan, yaitu menjadi sebesar 9,8 juta barel per hari (bph).

Selain itu, sanksi AS terhadap ekspor Iran dan Venezuela juga telah memicu pengetatan pasar meski produksi minyak AS melesat.

Anda membaca (komentar Trump), saya pikir muncul spekulasi bahwa akan ada pengecualian pemberlakuan sanksi yang diberikan kepada negara dan perusahaan untuk membeli minyak dari Iran,” ujar Partner Again Capital Management John Kilduff.

Karenanya, lanjut Kilduff, reaksi negatif di pasar bermunculan.

Sebagai pengingat, Gedung Putih mengejutkan pasar setelah mengabulkan pengecualian pemberlakuan sanksi kepada delapan negara konsumen minyak Iran saat AS memberlakukan sanksi terhadap ekspor minyak Iran pada November 2018 lalu. Kala itu, harga berjangka Brent turun 22 persen. Selain itu, pengecualian pemberlakuan sanksi juga mempengaruhi keputusan OPEC dalam pertemuan di Desember 2018 untuk melakukan kebijakan pemangkasan pasokan pada 2019.

Para Analis Goldman Sachs menilai, untuk jangka pendek, harga minyak diproyeksikan akan menanjak secara wajar sepanjang dua hingga tiga bulan ke depan. Setelah itu, harga minyak diperkirakan akan melemah akibat melonjaknya ekspor minyak mentah AS serta meningkatkan ketidakpastian ekonomi, kebijakan, dan kondisi geopolitik.

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *