Dolar AS Menguat karena Inflasi Tinggi

Dolar AS atau USD menguat pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), terangkat oleh arus safe haven. Investor mempertimbangkan dampak harga minyak yang mencapai tertinggi 14 tahun setelah Amerika Serikat dan sekutu Eropa mempertimbangkan untuk melarang impor minyak mentah Rusia.

Indeks dolar, yang mengukur nilai greenback terhadap enam mata uang global lainnya, terakhir naik 0,33 persen pada 99,24.

Euro melemah 0,7 persen terhadap dolar pada USD 1,08575 di tengah kekhawatiran harga-harga energi yang lebih tinggi akan memicu stagflasi dan memukul ekonomi Eropa ketika mencoba untuk pulih dari pandemi.

“Konflik Rusia-Ukraina terus menyebabkan lonjakan lebih lanjut di beberapa komoditas, yang mengancam prospek pertumbuhan tahun ini,” kata analis senior di Oanda Edward Moya dikutip dari Antara, Selasa, 8 Maret 2022.

Minyak mentah Brent melonjak 4,1 persen pada USD122,97 per barel, setelah sebelumnya mencapai setinggi USD139,13, terakhir tersentuh pada Juli 2008. Hal ini karena larangan Amerika dan Eropa pada impor minyak Rusia sedang dipertimbangkan, sementara itu juga tampak kecil kemungkinannya bahwa minyak mentah Iran akan kembali dengan cepat ke pasar global.

“Ada peningkatan jumlah kegelisahan yang mungkin akan membuat dolar tetap didukung, karena Anda akan melihat ekonomi AS masih diposisikan dengan baik dalam jangka pendek karena tidak bergantung pada pasokan energi Rusia seperti Eropa,” kata Moya.

Setelah Rusia menginvasi Ukraina, pengukur volatilitas euro/dolar naik ke level tertinggi sejak Maret 2020. Konflik di Ukraina dan sanksi internasional yang keras terhadap Moskow telah membuat aset Rusia jatuh, sementara harga-harga ekspor negara itu seperti logam mulia, minyak dan gas melonjak pada saat ekonomi global sudah bergulat dengan tekanan inflasi.

Eropa adalah yang paling rentan karena mengimpor sebanyak 40 persen gas alamnya dari Rusia dan mata uang tunggal menjadi semakin berkorelasi dengan harga minyak -semakin tinggi minyak naik, semakin banyak euro jatuh.

“Euro terus menyerap sebagian besar tekanan mata uang utama pada dampak dari perang di Ukraina,” kata Kepala Strategi Valas di Saxo Bank John Hardy.

Menurut Goldman Sachs, kejutan kenaikan harga minyak yang berkelanjutan akan menurunkan pertumbuhan ekonomi riil di kawasan euro sebesar 0,6 persen dan sebesar 0,3 persen di Amerika Serikat. Tetapi dalam skenario yang lebih buruk jika pengiriman gas Rusia melalui Ukraina dibatasi, maka PDB kawasan euro bisa turun sebanyak satu persen dari gas saja.

 

 

 

 

 

Sumber : medcom.id
Gambar : Kompas Megapolitan

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *