Jalan Stimulus Fiskal di AS Alus, Harga Emas Mulai Bangkit

Harga emas bergerak menguat pada perdagangan pagi hari ini, Selasa (9/2/2021). Pendongkrak harga emas kali ini masih sama seperti yang sudah-sudah, apalagi kalau bukan melemahnya dolar AS.

Tren penguatan greenback sejak awal tahun membuat harga emas lesu. Namun indeks dolar yang mengukur posisi dolar AS terhadap mata uang lain mulai melorot. Investor dan pelaku pasar sumringah karena rencana stimulus fiskal di AS sepertinya berjalan mulus.

Kongres sudah memberikan restu terhadap anggaran negara 2021 yang di dalamnya terkandung stimulus fiskal sebesar US$ 1,9 triliun. Kemungkinan stimulus ini bisa mulai digelontorkan dalam beberapa pekan ke depan.

Janet Yellen, Menteri Keuangan AS, optimistis stimulus ini bakal berdampak besar bagi rakyat AS. Eks ketua bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) itu memperkirakan stimulus akan merangsang penciptaan lapangan kerja hingga ke titik optimal (full employment) dalam waktu setahun.

“Tidak ada alasan kita harus melalui masa pemulihan ekonomi yang terlampau lama. Dengan paket stimulus ini, saya perkirakan kita akan menuju full employment pada tahun depan,” tegas Yellen, sebagaimana diwartakan CNBC International.

Stimulus fiskal yang bernilai jumbo ini turut mengerek aset-aset keuangan berisiko seperti saham dan Bitcoin. Selain itu emas sebagai aset lindung nilai juga diuntungkan. Harga emas naik 0,28% pada 08.20 pagi ini. Di pasar spot harga emas sudah tembus US$ 1.835,61/troy ons setelah sempat ambles ke bawah US$ 1.800 pekan lalu.

Kombinasi kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif di AS membuat greenback tertekan. Pasokan dan likuiditas yang berlimpah diyakini bakal menyebabkan inflasi yang tinggi.

Berbeda dengan mata uang fiat seperti dolar AS yang bisa dicetak kapan saja dan berapapun nilainya, pasokan emas cenderung stabil. Hal inilah yang membuat emas digunakan sebagai aset lindung nilai terutama dari risiko inflasi yang tinggi.

Kendati likuiditas berlimpah, tingginya angka pengangguran dan kemiskinan membuat daya beli dan permintaan terhadap barang dan jasa masih lemah. Di sisi lain, adanya pandemi Covid-19 membuat kecepatan uang berpindah tangan (velocity of money) menjadi lebih lambat.

Pasokan uang beredar yang banyak dan kecepatan uang berpindah tangan yang tinggi adalah dua syarat utama terjadinya inflasi. Namun karena keduanya belum terlihat maka inflasi masih berada di bawah sasaran target bank sentral.

Emas pun menjadi susah untuk terkerek naik. Apalagi saat ini aksi spekulasi lebih marak terjadi di pasar.

Pasokan uang yang melimpah bukannya mendongkrak kenaikan harga aset-aset riil tetapi justru membuat aset-aset keuangan mengalami inflasi tinggi karena banyak pihak yang memilih mengalokasikan asetnya dalam bentuk aset finansial seperti saham dan mata uang digital seperti Bitcoin, terutama bagi mereka yang memiliki dana besar dan akses ke pasar.

 

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Tribunnews.com

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *