Covid-19 Kian Ganas, Ini Dia Mata Uang yang Libas Dolar AS

Pandemi penyakit virus corona (Covid-19) masih belum bisa benar-benar dikendalikan. Eropa dan Amerika Serikat (AS) kini kembali mengalami lonjakan kasus, padahal sebelumnya sudah berhasil membuat kurva infeksi melandai.

Akibat lonjakan kasus tersebut, pemulihan ekonomi di negara-negara Barat kini terancam mengendur lagi. Kondisi tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk, alhasil mata uang yang menyandang status safe haven kembali menjadi alternatif investasi.

Yen Jepang dalam hal ini yang paling berjaya. Melansir data Refinitiv, yen pada perdagangan Selasa kemarin menguat 0,4% ke 105,40/US$. Level tersebut merupakan penutupan terkuat dalam 7 bulan terakhir.

Sementara pada hari ini, pukul 8:10 WIB, yen melemah tipis 0,04% ke 104,44/US$ di pasar spot.

Eropa benar-benar mengalami serangan virus corona gelombang kedua. Berdasarkan data terbaru dari Worldometer, jumlah kasus Covid-19 bertambah sebanyak lebih dari 220 ribu kasus.

Rusia kini menjadi perhatian, pada 27 Oktober jumlah kasusnya bertambah sebanyak 33.897 orang, naik tajam ketimbang hari sebelumnya 16.710 orang melansir Euro News. Prancis juga sama, kemarin jumlah kasus yang dilaporkan sebanyak 26.771 orang, tetapi sehari sebelumnya mencapai 52.010 orang, menjadi penambahan kasus harian terbanyak sejak pandemi melanda pemenang Piala Dunia 2018 ini.

Jerman, motor penggerak ekonomi Benua Biru juga tidak lepas dari serangan virus yang berasal dari kota Wuhan China ini. Tercatat ada 11.409 kasus baru pada Selasa kemarin. Rekor penambahan harian terbanyak terjadi 14.714 orang pada 24 Oktober lalu.

Kanselir Jerman, Angela Merkel, bahkan mengatakan negaranya kemungkinan kehilangan kendali atas penyebaran Covid-19, dan mengatakan “situasinya mengancam”, sebagaimana dilansir Guardian.

Sementara itu, Reuters melaporkan Merkel berencana untuk melakukan karantina ringan (lockdown light), yang akan melarang beroperasinya bar, restaurant, serta acara publik. Karantina total dikatakan akan dihindari, karena dikhawatirkan membuat perekonomain Jerman kembali merosot.

Sementara itu dari Amerika Serikat, dalam sepekan terakhir rata-rata penambahan kasusnya melesat menjadi 69.967, berdasarkan data dari John Hopkins University. Kemudian data dari Covid Traking Project menunjukkan jumlah pasien yang dirawat inap mengalami kenaikan 5% atau lebih di 36 negara bagian.

Lonjakan kasus di negara-negara Barat tersebut menunjukkan virus corona masih sulit dikendalikan saat perekonomian kembali dibuka. Sehingga menimbulkan dilema, jika lockdown kembali diterapkan, perekonomian akan terperosok ke jurang resesi yang lebih dalam.

Selama virus corona belum bisa dikendalikan, ketidakpastian masih tinggi, dan mata uang safe haven masih akan berjaya.

 

 

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Medcom.id

 

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *