Pemerintah Perlu Bayar Pelebaran Defisit saat Ekonomi Pulih

Ekonom menilai pemerintah perlu mengkompensasi pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ketika ekonomi pulih dari hantaman virus corona (covid-19).

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan defisit APBN bakal melebar menjadi Rp1.039,2 triliun atau 6,34 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) karena penambahan anggaran penanganan virus corona.

Ekonom sekaligus Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro mengatakan perhitungan defisit biasanya menggunakan teknik anggaran antar waktu yang lazim dipraktekkan oleh negara-negara Eropa.

Dengan sistem itu, apabila APBN mengalami defisit cukup dalam pada satu tahun, maka seharusnya bisa dikompensasi di tahun lainnya dalam satu periode pemerintahan. Jika ekonomi sudah kembali pulih, bukan hal mustahil jika pemerintah harus membalik anggaran dari defisit menjadi surplus.

“Dalam kondisi darurat kita berpikirnya harus antar waktu, sekarang defisitnya 6 persen, nanti kalau situasi sudah kembali lagi kita harus tekan defisitnya di bawah 2 persen. Jadi, kita tidak melihat satu tahun defisit tapi satu periode,” katanya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (4/6).

Ia menilai pelebaran defisit tersebut merupakan langkah pemerintah untuk berjaga-jaga selama masa pemulihan ekonomi. Pasalnya, pemerintah memprediksi kebangkitan ekonomi membutuhkan waktu hingga bertahun-tahun akibat pandemi covid-19. Dalam kurun waktu tersebut, pemerintah perlu mempersiapkan anggaran lebih besar dari kondisi normal.

Ia mencontohkan perbankan saat ini telah memberikan restrukturisasi kredit kepada UMKM. Jangka waktu pelanggaran tersebut hingga April 2021 mendatang. Namun, skenario terburuk UMKM belum bisa melunasi kewajiban mereka bahkan setelah masa restrukturisasi berakhir.

“Selama (restrukturisasi) itu kembalinya (uang) ke bank tidak bisa penuh, kalau bank tidak menerima masukan maka bank bisa kolaps. Dan kalau tidak ada uang cukup akan bahaya, nanti ada krisis. Jadi, lebih baik besar daripada kurang,” jelasnya.

Pemerintah sendiri telah menaikkan anggaran penanganan covid-19, termasuk pemulihan, dari Rp641,17 triliun menjadi Rp677,2 triliun. Penambahan tersebut dilakukan untuk biaya penanganan covid-19, santunan kematian, hingga BLT Dana Desa.

Dari sisi pembiayaan defisit, ia meyakini pemerintah masih bisa mendapatkan dana dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Menurutnya, SBN Indonesia masih menarik di mata investor asing dan domestik. Bahkan, ia menilai Bank Indonesia (BI) tidak perlu banyak membeli SBN pemerintah di pasar perdana.

“Yang menarik rupiah menguat terus ke posisi Rp14.200 per dolar AS, karena ternyata banyak investor asing tertarik SBN sehingga pembiayaan dari SBN masih laku. Jadi, tidak ada masalah dari sisi pembiayaan defisitnya,” paparnya.

Menurutnya, SBN Indonesia masih menarik karena pertumbuhan ekonomi Indonesia masih positif pada kuartal I 2020 yakni 2,7 persen, meskipun lebih rendah dari sebelumnya. Namun, jika dibandingkan negara lain, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih baik. Kinerja ekonomi ini sudah diakui oleh sejumlah lembaga internasional seperti Moody’s dan riset AS, Politico.

“Politico dari AS itu, memasukkan Indonesia pada kategori lumayan untuk penanganan covid-19 dan lumayan dari sisi ekonomi, dibandingkan Italia misalnya,” imbuhnya.

Dihubungi terpisah, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan sejumlah negara juga melebarkan defisit karena tambahan biaya penanggulangan dampak Covid-19.

“Dalam situasi sekarang pelebaran defisit menjadi hal yang harus dilakukan, sebagai pembanding banyak negara yang melebarkan defisit karena tambahan belanja besar, seperti Malaysia dan Amerika Serikat” katanya.

Namun, ia menekankan agar pemerintah menjaga struktur pembiayaan guna meminimalisasi risiko pelebaran defisit. Caranya, menambah kepemilikan domestik atas SBN pemerintah dan sebaliknya mengurangi porsi asing.

Dari sisi tenor, ia juga menyarankan untuk mengurangi porsi SBN dalam jangka panjang guna mengurangi beban APBN jangka panjang.

“Dengan kepemilikan dalam negeri pemerintah lebih bisa waspada dan hati-hati dalam antisipasi gejolak ekonomi global,” ucapnya.

Lebih lanjut, ia berharap pemerintah bisa menurunkan tingkat bunga utang sehingga bisa mengurangi beban APBN ke depan untuk pembayaran bunga utang. Saat ini, lanjutnya, adalah momentum tepat menurunkan suku bunga utang lantaran tren di pasar keuangan juga rendah.

Selain itu, tren inflasi yang menjadi salah satu komponen penyusun suku bunga, juga ini diprediksi rendah sepanjang tahun.

“Tingkat bunga dipengaruhi inflasi, semakin besar inflasi pemerintah harus menetapkan suku bunga yang lebih tinggi untuk akomodasi gap inflasi. Tren inflasi Mei lalu lebih rendah jadi menurut saya bukan tidak mungkin imbal hasil yang ditawarkan bisa lebih rendah,” ucapnya.

 

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *