Rupiah Kurang Bertenaga Terhadap Dolar AS, Sentuh Rp16.500

Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp16.500 per dolar AS di perdagangan pasar spot pada Senin (6/4). Mata uang garuda melemah 70 poin atau 0,43 persen dari Rp16.430 per dolar AS pada Jumat (3/4).

Di Asia, rupiah melemah bersama mayoritas mata uang lainnya. Mulai dari yen Jepang yang melemah 0,33 persen, ringgit Malaysia minus 0,26 persen, dan won Korea Selatan minus 0,25 persen.

Kemudian, dolar Hong Kong minus 0,01 persen dan peso Filipina minus 0,01 persen. Hanya baht Thailand yang berada di zona hijau dengan menguat 0,19 persen.

Sedangkan mata uang negara maju lebih bervariasi. Dolar Australia menguat 0,58 persen, euro Eropa 0,21 persen, dan dolar Kanada 0,04 persen. Sementara, rubel Rusia anjlok 0,98 persen, poundsterling Inggris minus 0,22 persen, dan franc Swiss minus 0,01 persen.

Analis Asia Valbury Futures Lukman Leong memperkirakan nilai tukar rupiah bergerak di kisaran Rp16.300 sampai Rp16.500 per dolar AS pada hari ini. Menurutnya, kurs mata uang Garuda cenderung kekurangan tenaga akibat kekhawatiran penyebaran pandemi virus corona atau covid-19 yang masih terjadi.

“Saat ini, pelaku pasar masih terus khawatir dan belum ada sentimen baru yang meredakan, seperti stimulus ekonomi dari pemerintah, baik di dalam negeri maupun luar,” ujar Lukman kepada CNNIndonesia.com.

Di sisi lain, ia menilai dampak sentimen stimulus ekonomi sejatinya hanya bisa mempengaruhi pergerakan mata uang secara sementara dan terbatas. Selebihnya, kata dia, tetap bergantung pada upaya penanganan nyata untuk menghentikan penyebaran virus corona.

Khusus di dalam negeri, Lukman melihat sentimen yang bisa mempengaruhi pergerakan kurs rupiah adalah wacana kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). “Saat ini masih dibahas, implementasinya seperti apa, itu yang menentukan,” imbuhnya.

Sebaliknya, Analis sekaligus Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra melihat ada peluang penguatan rupiah sejalan dengan kondisi positif di bursa saham. Sementara, bursa saham cenderung positif lantaran pelaku pasar mencari peluang rebound.

Pelaku pasar mencari peluang karena kasus positif virus corona di beberapa negara belum kembali bertambah. Misalnya, Amerika Serikat, Italia, Spanyol, dan negara Eropa lain.

“Data ini bisa diartikan bahwa masa puncak pandemi mungkin akan segera berlalu,” tuturnya.

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Bisnis Tempo.co

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *