Natal dan Tahun Baru, Saham Sektor Ritel Bisa Jadi Incaran

Menjelang akhir tahun, saham-saham sektor ritel menjadi pilihan menjanjikan bagi investor. Pasalnya, terdapat momentum tahunan yakni Natal dan tahun baru yang diyakini akan mengerek konsumsi masyarakat.

Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan emiten ritel biasanya memanfaatkan momentum tersebut dengan menggelar diskon guna menggaet pelanggan. Imbasnya penjualan mereka pun ikut terdongkrak.

Namun demikian, tidak semua emiten ritel mendapatkan berkah dari sentimen Natal dan tahun baru. Nico menyarankan beli untuk saham PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) dan PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI).

“Sentimen Natal dan tahun baru berpotensi menggerakkan pasar,” katanya kepada CNNIndonesia.com.

Ia menilai Ramayana memiliki keunggulan pangsa pasar yakni kelas masyarakat menengah ke bawah. Kinerja perusahaan dengan kode RALS ini pun tak mengecewakan. Pada kuartal III 2019, Ramayana berhasil mengantongi pertumbuhan laba 16,14 persen dari Rp527,27 miliar menjadi Rp612,4 miliar.

Namun demikian, kinerja saham Ramayana masih belum memuaskan. Tengok saja, dalam sepekan sahamnya justru merosot 7,66 persen ke level Rp1.025 per saham.

Lebih lanjut, Mitra Adi Perkasa dijagokan lantaran memiliki keunggulan cakupan merek-merek ternama dari fesyen hingga food and beverage (F&B). Sebut saja, Starbucks, Burger King, Zara, Marks & Spencer, SOGO, SEIBU, Debenhams, Reebook, dan lainnya.

Tak jauh berbeda, Mitra Adiperkasa juga mampu mencatatkan kenaikan laba dua digit. Laba Mitra Adiperkasa tumbuh 15,27 persen dari Rp557,67 miliar menjadi Rp642,84 miliar. Saham Mitra Adiperkasa juga masih bergerak lesu. Pekan lalu sahamnya koreksi 2,82 persen ke posisi Rp1.035 per saham.

Meski demikian, Nico memprediksi sentimen Natal dan tahun baru mampu mengangkat saham Ramayana ke level Rp1.400 dan Mitra Adiperkasa menjadi Rp1.290 per saham.

Namun, ia bilang daya beli menjadi tantangan sektor ini. Harapannya bayang-bayang pelemahan daya beli ini tidak mempengaruhi penjualan pada akhir tahun. Selain tantangan daya beli, pasar saham juga dihadapkan dengan sentimen negatif dari global, terutama perang dagang AS-China. Akibatnya, ia bilang gerak indeks saham cenderung tertahan.

“Pada minggu ketiga November biasanya sudah ada gosip Santa Claus coming to index maupun window dressing, tetapi kami belum melihatnya saat ini,” katanya.

Karenanya, ia berharap negosiasi dagang AS-China segera menemui kesepakatan sebelum tutup tahun, sehingga pelaku pasar kembali optimis.

Selain Ramayana dan Mitra Adi Perkasa ia juga merekomendasikan beli saham PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan PT Mayora Indah Tbk (MYOR).

Pendiri LBP Institute Lucky Bayu Purnomo menyarankan investor tetap selektif memilih saham sektor ritel. Caranya, lanjut dia, dengan menengok fundamental perusahaan ritel sebelum memborong sahamnya.

Sepakat dengan Nico, ia juga merekomendasikan beli saham Indofood CBP dan Ramayana. Selain keduanya, ia juga menganjurkan beli saham PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).

“Tidak semua sektor ritel kena dampak positif dari sentimen Natal dan tahun baru,” ujarnya.

Senada dengan Nico, ia menilai Ramayana memiliki kekuatan dari harga produk yang lebih ramah di kantong ketimbang kompetitornya. Besaran harga produk Ramayana sesuai dengan pangsa pasarnya yaitu kalangan menengah ke bawah.

Karenanya, ia meyakini Ramayana masih bisa mempertahankan penjualannya di tengah gempuran tren penjualan online.

“Ramayana harusnya bertahan, karena produk lebih terjangkau dibandingkan online. Alasannya konsumen kita masih memiliki atensi pada harga produk yang terjangkau,” ucapnya.

Selain Ramayana, HM Sampoerna dan Indofood CBP juga memiliki pasar yang kuat pada segmentasi yang berbeda. Keduanya diyakini tidak mudah goyah di tengah sentimen pelemahan daya beli masyarakat. Pasalnya, produk-produk yang dijual oleh dua emiten tersebut sangat lekat dengan kebutuhan konsumsi masyarakat sehari-hari.

“Daya beli turun tetapi orang tetap membeli minyak goreng dan rokok,” katanya.

Sedangkan Unilever akan menarik bagi pelaku pasar sejalan dengan rencana pemecahan nilai saham (stock split) pada 2020.

Secara umum, Lucky menuturkan dalam jangka pendek sektor ritel masih dibayangi perkembangan teknologi digital sehingga memunculkan alternatif belanja lewat online. Karenanya, pelaku ritel yang ingin bertahan harus menyesuaikan bisnisnya dari konvensional menjadi berbasis digital.

Namun demikian, dalam jangka panjang ia menyatakan sektor ritel memiliki prospek cemerlang lantaran dekat dengan kebutuhan sehari-hari masyarakat.

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Netralnews.com

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

 

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *