Bunga The Fed Turun, Sri Mulyani Harap Investasi Mekar

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap penurunan suku bunga acuan bank sentral AS The Federal Reserves (The Fed) bisa mengangkat kembali optimisme investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, baik dalam bentuk investasi portfolio maupun sektor riil.

Sebelumnya, The Fed memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan mereka sebesar 25 basis poin ke kisaran 2 persen hingga 2,25 persen pada Rabu (31/7), waktu setempat. Pemangkasan yang pertama kali sejak 2008 itu dilakukan dengan mempertimbangkan kekhawatiran tentang ekonomi global dan inflasi AS.

Sri Mulyani beralasan kenaikan suku bunga AS biasanya menyebabkan arus modal keluar (capital outflow) di Indonesia. Sebab, ketika suku bunga acuan naik maka imbal hasil instrumen investasi di AS juga terkerek naik. Sebaliknya, ketika suku bunga acuan Negeri Paman Sam turun, ada potensi arus modal menuju ke Indonesia demi mencari imbal hasil investasi yang lebih baik.

“Jadi (penurunan suku bunga) ini menciptakan momentum di Indonesia, keyakinan investor terhadap Indonesia bisa meningkat,” jelas Sri Mulyani, Kamis (1/8).

Sebagai catatan, data Bank Indonesia hingga 26 Juli 2019 menunjukkan arus modal asing masuk ke Indonesia secara tahun kalender (year-to-date) mencapai Rp192,5 triliun yang terdiri dari transaksi SBN sebesar Rp119,3 triliun dan saham sebesar Rp72,2 triliun.

Kemudian, menurutnya, penurunan suku bunga acuan AS juga tentu menjadi acuan bagi bank sentral negara lain. Tak terkecuali BI, yang baru-baru ini juga menurunkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 25 basis poin.

Dengan penurunan ini, ia berharap penyaluran kredit bisa berlangsung dengan baik sehingga sektor riil juga bisa melakukan ekspansi. Ini bisa menanggulangi kinerja industri manufaktur yang tumbuh melambat, yang disebutnya merupakan imbas dari suku bunga yang tinggi.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) kuartal II menunjukkan Industri Besar dan Sedang (IBS) tumbuh 3,62 persen atau tumbuh melambat dibanding kuartal lalu yakni 4,45 persen atau kuartal II tahun lalu yakni 4,36 persen. Dari data tersebut, industri yang mengalami penurunan terbanyak adalah industri kendaraan bermotor sebesar 7,91 persen, industri karet sebesar 9,56 persen, dan industri logam sebesar 17,44 persen.

“Kalau dilihat, performs perusahaan-perusahaan di sektor tertentu sempat mengalami tekanan-tekanan akibat kondisi tahun lalu, seperti kenaikan suku bunga, kenaikan nilai tukar rupiah dan pelemahan ekspor. Kami harap, kuartal III ini momentum bisa lebih positif,” jelas mantan direktur pelaksana Bank Dunia ini.

 

 

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Katadata

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

 

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *