Badai Tropis AS Mereda, Harga Minyak Dunia Merosot

Harga minyak mentah dunia merosot sekitar 1 persen pada perdagangan Senin (15/7). Pelemahan dipicu oleh sinyal bahwa dampak Badai Tropis Barry hanya akan sementara terhadap produksi dan operasional kilang. Selain itu, data perekonomian China juga membuat redup proyeksi permintaan minyak mentah.

Dilansir dari Reuters, Selasa (16/7), harga minyak mentah berjangka Brent turun US$0,24 menjadi US$66,48 per barel. Pelemahan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,63 atau 1,1 persen menjadi US$59,58 per barel.

Pekan lalu, kedua harga acuan mencatatkan kenaikan harga mingguan tertinggi dalam tiga pekan terakhir. Kenaikan itu disebabkan oleh pemangkasan persediaan minyak AS dan tensi geopolitik di Timur Tengah.

“Harga minyak melunak seiring perusahaan minyak yang mulai mengembalikan pekerjanya ke platform lepas pantai karena meredanya dampak (dari badai),” ujar Analis Senior OANDA Edward Moya di New York.

Ia menyebut tanpa kerusakan besar, produksi minyak AS akan kembali dan harga minyak ikut turun.

Satu kilang di Pantai Teluk AS mulai beroperasi kembali setelah operasionalnya ditutup karena ancaman Badai Tropis Barry. Sementara, kilang-kilang yang berada di jalur badai tetap beroperasi.

Laporan Biro Keselamatan dan Penegakan Lingkungan (BSSE) menyatakan produsen minyak lepas pantai AS memulai kembali 4 persen dari produksi yang sebelumnya dihentikan pekan lalu.

Perusahaan energi AS memangkas produksi minyak mentah dari lepas pantai Teluk Meksiko AS sebesar 73 persen atau 1,4 juta barel per hari (bph).

Sementara itu, data produksi industri dan ritel China melampaui ekspektasi. Namun, secara keseluruhan capaiannya menunjukkan pertumbuhan ekonomi secara kuartal yang paling lambat dalam beberapa dekade terakhir.

Pemerintah China mencatat volume minyak mentah yang diolah China mencapai 13,07 juta bph pada Juni lalu, atau naik 7,7 persen secara tahunan. Hal itu menyusul mulai beroperasinya dua kilang besar baru.

Kendati demikian, pertumbuhan ekonomi China hanya 6,2 persen pada kuartal II 2019, terendah dalam 27 tahun terakhir. Kondisi ini menunjukkan dapat perang dagang dengan AS dan mengerek kemungkinan perlunya pemberian lebih banyak untuk mempercepat laju ekonominya.

“Pesan dasarnya adalah pada paruh kedua tahun ini akan persediaan minyak mentah global akan menurun namun akan diikuti oleh penipisan pada 2020, khususnya pada 6 bulan pertama tahun depan,” ujar Analis PVM Tamas Varga.

Meredanya tensi antara Negara Barat dengan Timur Tengah juga turut membebani harga minyak.

Presiden Iran Hassan Rouhani dalam pidatonya di televisi, pada Minggu lalu, menyatakan Iran siap berbicara dengan AS jika Gedung Putih mencabut sanksi dan kembali kepada perjanjian nuklir 2015. Sebagai catatan, AS tahun lalu keluar dari perjanjian nuklir yang mengikat Iran dengan sejumlah negara pada tahun lalu.

Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt menyatakan peluangnya kecil untuk menyelamatkan perjanjian nullir Iran mengingat Iran telah memberikan sinyal akan meningkatkan program nuklirnya.ministratif pemilu.

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : CNN Indonesia

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *