Investor Wait and See, Harga Emas Tetap Tinggi

Pergerakan harga emas masih terbatas dengan kecenderungan melemah seiring dengan pengumuman penjualan ritel Amerika Serikat (AS) yang gemilang. Sementara risiko eskalasi perang dagang AS-China masih membuat aset-aset safe haven, termasuk emas, memiliki daya tarik bagi investor.

Pada Senin (17/6/2019) pukul 10:00 WIB, harga emas kontrak pengiriman Agustus di bursa New York Commodity Exchange (COMEX) turun tipis 0,05% ke posisi US$ 1.342,8/troy ounce. Sedangkan harga emas di pasar spot terkoreksi terbatas 0,07% menjadi US$ 1.340,36/troy ounce.

Akhir pekan lalu (14/6/2019), Kementerian Perdagangan AS mengumumkan pertumbuhan penjualan ritel Mei sebesar 0,5% month-on-month. Meskipun sedikit berada di bawah prediksi konsensus yang sebesar 0,6%, tetapi penjualan ritel April direvisi menjadi positif 0,3% dari yang sebelumnya negatif 0,2%.

Perubahan tersebut lantas membuat perhitungan investasi juga ikut berubah. Kekhawatiran pelaku pasar akan kondisi ekonomi AS yang semakin memburuk dapat sedikit diredam.

Data tersebut juga semakin memperkuat keyakinan bahwa pada pengumuman hasil rapat Bank Sentral AS, The Federal Reserves/The Fed, suku bunga acuan ditahan di kisaran 2,25%-2,5%.

Mengutip FedWatch CME per 17 Juni 2019, probabilitas The Fed menahan suku bunga pada bulan ini mencapai 80,8% atau naik dari posisi akhir pekan lalu yaitu 76,7%. Bila suku bunga tidak berubah, artinya kekuatan dolar AS dapat dipertahankan. Setidaknya untuk sementara waktu. Alhasil pelaku pasar masih cenderung wait and see menunggu kepastian arah gerak suku bunga.

Di sisi lain, nasib hubungan dagang AS-China yang masih tak jelas juga memberikan sokongan energi positif pada harga emas. Hingga saat ini, pertemuan antara Presiden AS, Donald Trump dan Presiden China, Xi Jinping belum pasti.

Trump berkali-kali menyatakan kemungkinan pertemuannya dengan Jinping di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada 28-29 Juni 2019 nanti. Namun pemerintah China belum mengonfirmasi rencana tersebut.

Bila sampai tidak ada perkembangan yang positif terkait perundingan dagang, eskalasi perang bea impor bisa terjadi lagi.

Kantor Perwakilan Dagang AS akan melakukan jajak pendapat dengan melibatkan pengusaha ritel, perusahaan manufaktur, dan pelaku bisnis lainnya terkait rencana penetapan bea masuk 25% pada produk China senilai US$ 325 miliar. Sebelumnya, produk-produk tersebut bebas tarif alias bukan merupakan objek perang dagang. Jajak pendapat akan berlangsung selama 7 hari.

Sudah ada gejala-gejala bahwa tarif baru bisa saja ditetapkan oleh AS. Kalau benar diberlakukan, China sudah pasti akan membalas dengan langkah serupa.

Sekali lagi aliran perdagangan global akan terhambat, mengingat AS dan China merupakan negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Perlambatan ekonomi dunia akan semakin sulit untuk dihentikan.

 

 

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Moneycontrol

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *