Harga Minyak Pekan Lalu Terkerek Harapan Kesepakatan Dagang

Harga minyak dunia menguat selama dua pekan berturut-turut. Penguatan dipicu oleh harapan terhadap munculnya kesepakatan dalam waktu dekat setelah pembicaraan perdagangan Amerika Serikat (AS) – China. Namun, kenaikan harga terbatas oleh produksi minyak mentah AS yang mencetak rekor baru.

Dilansir dari Reuters, Senin (25/2), harga minyak dunia pada perdagangan Jumat (22/2) lalu tercatat US$67,12 per barel atau menguat 1,2 persen sepanjang pekan lalu. Pada perdagangan Jumat (22/2) lalu, harga Brent juga sempat menyentuh level US$67,73 per barel, tertinggi sepanjang tahun ini.

Penguatan secara mingguan juga dialami oleh harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar 3 persen menjadi US$57,26 per barel. Pada perdagangan Jumat (22/2) lalu, harga minyak mentah berjangka AS juga sempat terdongkrak ke level tertinggi untuk tahun ini, US$57,81 per barel.

Negosiator unggulan perdagangan AS-China pada Jumat (22/2) lalu bertemu untuk menyimpulkan pembahasan perdagangan yang telah berlangsung selama sepekan. Kedua kubu berupaya untuk mencapai kata sepakat sebelum tenggat waktu 1 Maret 2019.

Pekan lalu, Presiden AS Donald Trump juga bertemu dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He.

“Harga minyak, dan juga pasar saham, tengah menanjak berkat antisipasi terhadap AS-China yang akan menyepakati kesepakatan perdagangan,” ujar Presiden Lipow Oil Associates Andy Lipow di Houston.

Selain itu, Lipow juga melihat pengetatan pasokan minyak di dunia sebagai hasil dari kebijakan pemangkasan pasokan minyak mentah yang dilakukan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mencegah membanjirnya pasokan di pasar dan mengerek harga minyak.

Namun, melonjaknya produksi minyak mentah AS mampu mengimbangi sebagian kebijakan pemangkasan produksi OPEC.

Pada pekan kedua Februari 2019, Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) mencatat produksi minyak AS mencetak rekor di level 12 juta barel per hari (bph). Selain itu, persediaan minyak mentah AS juga menanjak selama lima pekan berturut-turut ke level tertinggi sejak Oktober 2017 dan ekspor mencapai level tertinggi sepanjang masa.

“Kami melihat total produksi minyak mentah AS mencapai 13 juta bph pada akhir tahun, dengan produksi rata-rata 2019 sebesar 12,5 juta bph,” ujar Citibank AS dalam catatannya setelah laporan EIA dirilis.

Kendati demikian, perusahaan layanan energi Baker Hughes mencatat perusahaan minyak AS memangkas empat rig pada pekan lalu setelah menambah jumlah rig selama tiga pekan berturut-turut.

Sementara itu, Genscape mencatat persediaan minyak mentah di Texas Barat turun ke level terendah dalam empat bulan terakhir setelah jaringan pipa tambahan mulai mengangkut minyak mentah dari lapangan minyak shale terbesar AS ke Gulf Coast. Sebagian besar minyak shale tersebut untuk ekspor.

Dengan melesatnya pasokan AS, Goldman Sachs memperkirakan pasokan dari negara non-OPEC bakal tumbuh 1,9 juta bph tahun ini, lebih dari pemangkasan pasokan yang dilakukan OPEC.

Karenanya harga akan bergantung pada permintaan. Goldman memperkirakan permintaan akan tumbuh sebesar 1,4 juta bph pada 2019. Kemudian, rata-rata harga Brent untuk 2019 dan 2020 ada di kisaran US$60-US$65 per barel.

Lebih lanjut, Komisi Perdagangan Berjangka Komoditi AS (CFTC) menyatakan manajer keuangan memangkas posisi beli bersih pada kontrak berjangka dan opsi minyak mentah AS sepanjang pekan yang berakhir pada 5 Februari 2019.

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com

Gambar : Serambi Indonesia – Tribunnews.com

 

 

 

 

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

 

 

 

 

 

 

 

 

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *