RI Pasok Pupuk ke Filipina dan Vietnam

Neraca dagang Indonesia masih tekor, impor masih jauh lebih besar dari ekspor. Pemerintah pun melakukan berbagai cara untuk memberbaiki angka-angka tersebut dengan berbagai cara. Salah satu yang dilakukan dengan mendorong dunia usaha melakukan ekspor termasuk BUMN. Kali ini giliran BUMN perpupukan yang melakukan ekspor. PT Pupuk Indonesia (Persero) melalui anggota holdingnya PT Pupuk Kalimantan Timur kembali melakukan ekspor urea dan amonia ke Filipina dan Vietnam.

Ekspor kali ini juga terasa spesial karena disaksikan langsung oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno. Dengan menekan tombol sirine, Rini bersama direksi Pupuk Indonesia dan PKT melepas kapal besar untuk menuju ke dua negara tersebut. “Ini kesempatan saya di sini ingin menyatakan saya sangat bangga dengan seluruh manajemen Pupuk Kaltim,” tuturnya di Bontang, Kalimantan Timur, Selasa (18/9/2018). Kali ini Pupuk Kaltim mengekspor 21.600 ton pupuk urea ke Filipina dan 3.500 ton amonia ke Vietnam.

Adapun nilainya untuk ekspor urea mencapai US$ 6,3 juta atau setara Rp 93,24 miliar (kurs Rp 14.800) dan amonia sebesar US$ 1,2 juta atau setara Rp 17,76 miliar. Jika ditotal maka mencapai Rp 111 miliar. Perseroan juga mendapatkan harga yang lumayan tinggi untuk ekspor kali ini. Untuk urea dihargai US$ 290 per ton sedangan untuk amonia dihargai US$ 360 per ton. Meski begitu, Rini berpesan agar Pupuk Indonesia dan anak usahanya lebih mementingkam pemenuhan kebutuhan pupuk dalam negeri sebelum melakukan ekspor.

Meskipun kondisi neraca dagang Indonesia saat ini butuh kegiatan ekspor. “Ini menjadi bukti bahwa BUMN kita masih mendukung ekspor,” tegasnya. PT Pupuk Indonesia Indonesia Holding Company (Persero) menargetkan tahun ini bisa melakukan ekspor urea, amoniak dan NPK dengan nilai total mencapai Rp 8,31 triliun. Angka itu berasal dari para perusahaan pupuk berplat merah yang menjadi anggota holding. Direktur Utama Pupuk Indonesia Aas Asikin Idat menegaskan, target ekspor tersebut ditetapkan perusahaan setelah memastikan kebutuhan untuk dalam negeri telah terpenuhi.

“Walaupun kita ekspor tapi stok untuk dalam negeri teruma yang untuk pangan sudah tercukupi. Produk untuk non pangan juga masih banyak,” ujarnya. Sepanjang Januari-Agustus 2018, Pupuk Indonesia telah mencatatkan penjualan ekspor sebesar 1.081.425 ton yang terdiri dari 616.294 ton Urea, 371.841 ton Amoniak dan 93.290 ton NPK atau dengan total senilai Rp 4,55 Trilliun. Saat ini Pupuk Indonesia menguasai pasar pupuk Negara-Negara di Asia Tenggara seperti Filipina, Vietnam, Thailand, Myanmar, Malaysia, Timor Timor dan Singapore dengan total ekspor sebesar 507.694 ton Urea, 126.170 ton Amoniak, dan 21.301 ton NPK atau senilai Rp 2,67 triliun.

Selain Asia Tenggara, wilayah Asia Timur seperti Cina, Jepang dan Korea Selatan masih menjadi tujuan ekspor tertinggi untuk produk-produk tersebut. Tidak hanya wilayah Asia, namun produk Pupuk Indonesia pun telah masuk ke pasar Jordan, USA, Afrika Selatan, Chile, Puerto Rico, dan Peru. “Untuk periode September hingga Desember ekspor sekitar 848 ribu ton. Jadi jumlah yang kita ekspor nanti 1,98 juta ton dengan nilai Rp 8,31 triliun,” tambahnya.

Sementara untuk hari ini Pupuk Indonesia melalui anak usahanya PT Pupuk Kalimantan Timur, mengekspor 21.600 ton pupuk urea ke Filipina dan 3.500 ton amonia ke Vietnam. Adapun nilainya untuk ekspor urea mencapai US$ 6,3 juta atau setara Rp 93,24 miliar (kurs Rp 14.800) dan amonia sebesar US$ 1,2 juta atau setara Rp 17,76 miliar. Jika ditotal maka mencapai Rp 111 miliar. PT Pupuk Indonesia (Persero) selalu induk holding BUMN pupuk menjamin ketersediaan stok pupuk dalam negeri, khususnya untuk kebutuhan musim tanam di periode Oktober 2018 hingga Maret 2019.

“Dalam rangka persiapan musim tanam ini, kami menugaskan produsen pupuk yang tergabung dalam Pupuk Indonesia Grup untuk mempercepat proses penyaluran pupuk terutama dari lini II dan III ke lini IV yaitu penyaluran distributor ke kios,” kata Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Aas Asikin Idat. Aas menerangkan total stok pupuk hingga 12 September 2018 secara nasional di Lini III & IV, atau di gudang kabupaten dan kios mencapai 1.475.323 ton.

Jumlah tersebut belum termasuk dengan stok yang terdapat di gudang pabrik dan provinsi, serta mencapai dua kali lipat dari ketentuan stok yang ditetapkan pemerintah. Adapun rincian stok nasional Lini III & IV terdiri dari 519.804 ton urea, 466.608 ton NPK, 136.580 ton organik, 182.264 ton SP-36 dan 170.067 ton ZA. Sedangkan realisasi penyaluran hingga 7 September 2018 adalah sebesar 2.623.482 urea, 1.696.364 NPK, 466.529 organik, 592.773 SP-36 dan 659.369 ZA.

Aas menambahkan para distributor dan pemilik kios dapat menebus pupuk sesuai dengan alokasinya sehingga dapat diterima oleh petani tepat waktu. Selain itu, untuk mengantisipasi kebutuhan petani yang tidak tercantum dalam RDKK dan tidak memperoleh alokasi pupuk bersubsidi, Pupuk Indonesia mewajibkan agar setiap distributor menyediakan pupuk non subsidi di masing-masing kios. “Kami telah menerapkan langkah-langkah pencegahan di wilayah-wilayah yang berpotensi mengalami hambatan dalam proses distribusinya melalui mendorong realokasi antar jenis pupuk yang diharapkan selesai sebelum musim tanam tiba, selain itu kami juga mendorong distributor untuk segera menggambil pupuk di gudang sehingga gudang produsen dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pupuk lainnya apabila terjadi lonjakan permintaan,” jelas Aas.

Hingga saat ini Pupuk Indonesia telah mendistribusikan pupuk bersubsidi ke 5.696 kecamatan di seluruh Indonesia. Distribusi itu ditunjang dengan 6.288 unit armada truk, 22 unit armada kapal, 14 unit dermaga, 194 rute voyage charter liner, 659 unit gudang provinsi dan kabupaten dengan kapasitas total mencapai 3.105.027 ton dan 1.542 distributor serta lebih dari 40.000 kios yang tersebar di seluruh Nusantara. Neraca perdagangan Indonesia di Agustus 2018 kembali defisit.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit neraca perdagangan Indonesia di Agustus mencapai US$ 1,02 miliar. Defisit terjadi karena impor Indonesia bulan Agustus 2018 tercatat US$ 16,8 miliar. Sedangkan ekspor Indonesia bulan Agustus 2018 tercatat US$ 15,82 miliar. Pemerintah pun tengah berjibaku untuk memperbaikinya. Selain membuat kebijakan, pemerintah juga mendorong Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar ikut berkontribusi. Menteri BUMN Rini Soemarno menginstruksikan agar para BUMN yang memiliki produk yang bisa pasarkan ke luar negeri maka segera melakukan ekspor.

Namun dengan catatan agar kebutugan dalam negeri terpenuhi terlebih dahulu. “Apapun kalau kita memang dibutuhkan harus memproduksi produk yang dibutuhkan dalam negeri. Kalau bisa ekspor ya kita harus ekspor,” tuturnya. Selain didorong untuk melakukan ekspor, para BUMN juga berorientasi impor juga didorong agar mencari produk-produk substitusi impor. Selain program hilirisasi produk bahan mentah juga terus dilakukan. “Kita masih banyak impor aluminium, padahal untuk bahan aluminium kita ada di Indonesia. Untuk itu perusahaan pertambangan kita konsentrasi untuk proses bahan baku aluminium menjadi aluminum sehingga tidak perlu impor,” tambahnya.

 

 

 

 

Sumber Berita : detik.com
Sumber foto : PROKAL.co

 

 

[social_warfare buttons = “Facebook, Pinterest, LinkedIn, Twitter, Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *