Gugatan Taufik kepada KPU DKI Masuk Proses Sidang Ajudikasi Hari Ini

Upaya politikus Partai Gerindra Mohamad Taufik berlaga di pemilihan legislatif 2019 mendatang memasuki babak baru. Selasa (21/8/2018) hari ini, Badan Pengawas Pemilu DKI Jakarta memulai proses sidang ajudikasi menyelesaikan perselisihan pemilu antara Taufik dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI. Proses ini dilakukan setelah mediasi pada Kamis (16/8/2018) dan Senin (20/8/2018) tidak membuahkan hasil.

Komisioner Bawaslu DKI Jakarta Puadi mengatakan, sidang ajudikasi beragendakan penyampaian permohonan dari pemohon yaitu Taufik. Bawaslu juga akan mempersilakan KPU DKI dan Taufik untuk menghadirkan saksi ahli selama proses persidangan yang dijadwalkan berlangsung dalam 12 hari kerja. “Dalam proses ajudikasi ini, nanti ada pembuktian dari masing-masing pemohon maupun termohon. Kalau memang dipandang perlu untuk ada saksi, mereka boleh menghadirkan saksi ahli,” kata Puadi.

Puadi menjelaskan, hasil proses persidangan akan berujung kepada amar putusan. Apabila permohonan Taufik diterima, maka KPU wajib menindaklanjuti pencalonan Taufik. Sementara, apabila permohonan Taufik ditolak, Taufik masih bisa mengajukan upaya hukum lewat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Taufik mengaku siap mengikuti proses sidang ajudikasi. Lolosnya tiga mantan narapidana korupsi di daerah lain menjadi calon legislatif menjadi modal keyakinannya.

“Saya membaca ada di berbagai daerah yang diloloskan juga kan oleh Bawaslu, karena menurut teman-teman di daerah lain, (Peraturan KPU) ini melanggar UU,” ujar Taufik. Taufik meyakini Bawaslu akan berkerja secara profesional dan berlandaskan UU yang berlaku. “Saya kira besok (hari ini) akan menjadi penting buat saya karena kami kepengin bahwa (Bawaslu) hormati UU, dan saya meyakini Bawaslu bekerja sesuai UU yang berlaku,” ucapnya. Sementara itu, KPU DKI Jakarta mengaku tetap berpegangan pada Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 dalam menghadapi proses sidang ajudikasi. Komisioner KPU DKI Jakarta Nurdin mengatakan, KPU DKI hanya mengikuti aturan yang ditetapkan KPU RI sambil menunggu putusan Mahkamah Agung terkait Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018.

“Apapun nanti ketika dalam proses tahapan ini keputusan MA keluar, ya itu yang dilakukan. Selama keputusan MA belum ada, kami tetap berpatokan pada PKPU 20 ini,” kata Nurdin. Nurdin menambahkan, pihaknya memilih menempuh jalur sidang ajudikasi setelah berkonsultasi dengan KPU RI serta melakukan rapat pleno dalam internal KPU DKI Jakarta. Taufik menggugat KPU lantaran ia tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon legislatif pada Pemilu 2019.

Taufik dianggap tidak memenuhi syarat karena melanggar Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018. Menurut dia, PKPU 20 Nomor 20 Tahun 2018 bertentangan dengan UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu. UU tersebut menyatakan seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.

Sementara itu, Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 mensyaratkan setiap calon legislatif bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi. Taufik sempat divonis 18 bulan penjara pada 27 April 2004 karena merugikan uang negara sebesar Rp 488 juta dalam kasus korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004.

 

 

 

 

Sumber Berita : kompas.com
Sumber foto : Merdeka.com

 

 

 

[social_warfare buttons = “Facebook, Pinterest, LinkedIn, Twitter, Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *