Kembali Diguncang Gempa, Ini Penjelasan BMKG NTB

Kepala Stasiun Geofisika Mataram Agus Riyanto mengatakan, gempa kembali mengguncang wilayah Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Jumat pukul 03.07 Wita. Kekuatan magnitudo tercatat 4,9 dengan episenter terletak pada jarak 27 km arah timur paut Lombok Timur pada kedalaman 10 km.

Agus menyampaikan, dengan memperhatikan lokasi episenter, kedalaman hiposenter, dan mekanisme sumbernya maka gempabumi yang terjadi merupakan jenis gempabumi dangkal akibat aktivitas Sesar Naik Flores (Flores Back Arc Thrust). “Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan gempa ini, dibangkitkan oleh deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan naik (thrust fault),” ujarnya di Mataram, NTB, Jumat (3/8).

Dia menyebutkan, guncangan gempabumi ini dirasakan di daerah Lombok Timur II SIG (III-IV MMI), Denpasar dan Karangaseem I SIG-BMKG (I-II MMI). Namun begitu, kata dia, belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempabumi tersebut. “Hasil pemodelan menunjukkan gempabumi tidak berpotensi tsunami. Kepada masyarakat diimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,” katanya.

Agus menambahkan, gempa yang kerap terjadi di Lombok pada beberapa hari terakhir sangat terkait dengan adanya akumulasi energi yang terjadi di patahan.
“Bisa saja terjadi energi langsung di-release semua saat gempa utama terjadi dan menyisakan sedikit energi untuk mencapai kesetimbangannya, sedangkan gempa kali ini diikuti gempa susulan sampai ratusan kali utk mencapai kesetimbangannya. Sampai dini hari masih ada gempa susulan terasa,” lanjutnya.

Ia menyebutkan, penjelasan tentang energi yang terakumulasi tadi cukup teknis. Selain itu, elastisitas batuan juga menjadi faktor lain. Kata dia, gambaran ada patahan di utara akibat rotasi bumi ada rumbukan yang mengakumulasi energi yang pada saat tertentu energi akan dilepaskan.

“Jadi gempabumi yang selanjutnya ada proses mencari keseimbangannya adanya gempa susulan. Mungkin gambaran ini untuk menjelaskan adanya patahan itu. Kekuatan dan frekuensi akan menurun berdasarkan fungsi waktu,” ucap Agus.

Agus melanjutkan, sudah banyak yang coba mengaitkan dengan aktivitas vulkanik gunung api misalnya, namun semuanya masih dalam studi mendalam. “Sekarang yang penting bagaimana kita merespon kejadian gempa bumi dengan aksi tanggap darurat yang cepat tepat dulu,” katanya menambahkan.

 

 

 

 

Sumber Berita : republika.co.id
Sumber foto : Kompas Regional

 

 

 

[social_warfare buttons = “Facebook, Pinterest, LinkedIn, Twitter, Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *