Trauma Warga yang Kerap Panik Hadapi Gempa Susulan di Lombok

Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali digoncang gempa bumi pada pagi tadi. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis gempa berkekuatan 3,1 skala richter itu terjadi pada pukul 04.36 WIB dan tidak berpotensi tsunami. “Gempa bumi tersebut terjadi di darat pada jarak 16 kilometer tenggara Kabupaten Lombok Tengah pada kedalaman 11 km,” kata Kepala Stasiun Geofisika Mataram, NTB, Agus Riyanto, Rabu (1/8)

Ia mengatakan dengan memperhatikan lokasi episentrum, kedalaman hiposentrum dan mekanisme sumbernya, maka gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktivitas Sesar Naik Flores (Flores Back Arc Thrust). Guncangan gempa bumi, lanjut Agus, dilaporkan telah dirasakan di Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, dan Kecamatan Belanting di Kabupaten Lombok Timur.

Mengutip dari situs informasi gempa BMKG, gempa susulan terjadi lagi pada pukul 05.25 WIB dengan skala 2,5 SR. Pusat gempa ini berada di darat pada kedalaman 12 km, 9 km barat daya Lombok Tengah. Kemudian, terjadi lagi gempa pada pukul 07.03 WIB dengan skala 3,5 SR. Gempa yang terjadi juga di darat itu pusatnya brada di kedalaman 10 km, sekitar 13 km di barat laut Lombok Timur.

Sementara itu, di Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, sempat juga merasakan getaran gempa tersebut meski hanya sekejap. Selain gempa yang terjadi pada waktu yang dirilis BMKG tersebut, getaran bumi pun terasa kembali sekejap pada pukul 08.03 WIB.

Kala itu, tengah mewawancarai salah seorang warga Desa Sajang, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Irwan Gusnadi (27) di teras rumahnya. Di lokasi tersebut, banyak kerabat dan tetangga Irwan yang kehilangan rumahnya sehingga harus mengungsi akibat gempa 6,4 SR pada Minggu (29/7).

Dan, setika guncangan bumi terjadi pada pagi tadi kami kaget dan langsung berdiri guna meninggalkan teras rumah untuk mencari lokasi aman. Namun, sebelum kaki beranjak, guncangan tersebut berhenti.

“Suka tiba-tiba ada getaran seperti ini. Bahkan, sampai tadi subuh sekitar jam 4 juga ada getaran-getaran seperti ini,” kata Irwan beberapa saat kemudian, Rabu (1/8). Diakui Irwandi, setelah gempa dengan kekuatan 6,4 SR pada akhir pekan lalu, ia dan juga warga lain di sana kerap merasa takut dan panik.

“Saya memang takut setiap subuh karena seringnya terjadi getaran saat subuh dan ketika sedang tertidur. Bayangkan kemarin pas hari Minggu, setiap menit bergetar seperti ini, kami dibuat kaget setiap menit. Sampai kami diam saja di tanah lapang, tidak berani dekat-dekat rumah,” kata Irwandi. Selain itu, sambungnya, seperti yang kami lakukan tadi ketika ada getaran gempa susulan maka warga akan langsung lari mencari tanah lapang.

“Kemarin kalau tidak salah, katanya memang akan terus gempa susulan seperti ini bergetar terus. Dengar-dengar bisa sampai satu bulan mungkin baru aman dan bisa kembali ke rumah. Kalau sekarang kami tidak berani,” kata Irwandi yang juga sempat mengungsi pascagempa 6,4 SR yang pusat gempanya berada di bawah laut dengan jarak sekitar 28 km dari Lombok Timur.

Sebelumnya, tercatat sejak gempa 6,4 SR pukul 05.47 WIB, terjadi ratusan gempa susulan di wilayah tersebut. Dalam jumpa pers kemarin, hingga per 08.00 WITA, Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyatakan telah terjadi 276 gempa dengan kekuatan ringan yang tercatat.

Sutopo menyatakan Gubernur NTB Zainul Majdi menetapkan status Tanggap Darurat Penanganan Bencana selama 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal 29 Juli 2018 hingga 2 Agustus 2018. Status tersebut masih mungkin diperpanjang jika kondisi pascagempa Lombok itu belum membaik.

Soal trauma, seperti dikutip dari Antara, salah satu petugas kesehatan keliling dari Puskesmas Dasan Lekong, Kabupaten Lombok Timur, Rupaini pun mengakuinya. Rupaini mengatakan selama melakukan bantuan kesehatan kelieling di lokasi pengungsian, ia pun sering mendapat keluhan rasa takut para warga.

“Jadi keluhan warga itu selain sakit maag kritis, pusing-pusing, panas, batuk-batuk, diare. Mereka mengeluhkan ke kita, kalau masih takut kembali ke rumah,” katanya “Makanya saat kita bertugas, selain perawat, dokter, dan bidan. Ada juga petugas konseling yang ikut turun ke posko pengungsian,” jelasnya.

Akibat gempa 6,4 SR pekan lalu, sebanyak 17 orang meninggal dunia, termasuk di antaranya seorang warga Malaysia dan seorang warga Makassar (Sulawesi Selatan) yang berada di Lombok kala itu untuk mendaki Gunung Rinjani.

 

 

 

 

Sumber Berita : cnnindonesia.com
Sumber foto : Liputan6.com

 

 

 

[social_warfare buttons = “Facebook, Pinterest, LinkedIn, Twitter, Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *